Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pede ekonomi Indonesia akan tumbuh 4,5-5,3 persen hingga akhir 2023.
Menurutnya, proyeksi tersebut didukung membaiknya faktor-faktor ekonomi domestik yang terus membaik.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat. [Realisasi kuartal I/2023] sedikit meningkat dibandingkan pertumbuhan sebelumnya, yaitu kuartal I/2022 di 5,01 persen [yoy],” ujarnya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (8/5/2023).
Sri Mulyani menilai tetap kuatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia didorong oleh ekspor yang tetap tumbuh tinggi, kinerja swasta yang baik, belanja pemerint yang positif, dan investasi non bangunan yang tetap baik.
“Ke depan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap kuat lantaran didukung oleh konsumsi swasta yang diperkirakan akan makin baik seiring dengan meningkatnya mobilitas, keyakinan konsumen, dan menguatnya daya beli,” imbuhnya.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga didukung investasi non bangunan serta dampak dari kebijakan hilirissasi yang didorong oleh pemerintah.
Baca Juga
Kinerja ekspor tetap kuat, didorong realisasi non-migas tinggi, dengan tujuan utama China, AS, dan Jepang.
“Dengan perkembangan tersebut pertumbuhan Indonesia 2023 ini diperkirakan akan bias ke atas, masih dalam kisaran 4,5-5,3 persen,” ujar Sri Mulyani.
(KSSK) menegaskan stabilitas sistem keuangan Indonesia pada kuartal I/2023 tetap terjaga meskipun ekonomi global bergejolak. Sri Mulyani Indrawati mengatakan terjaganya stabilitas sistem keuangan didukung seiring membaiknya berbagai indikator perekonomian domestik.
“Stabilitas sistem keuangan atau SSK untuk periode kuartal I/2023 terus terjaga di tengah tantangan pasar keuangan global,” katanya dalam konferensi pers KSSK yang digelar Senin (8/5/2023).
Sri Mulyani mengatakan dirinya bersama Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua DK OJK Mahendra Siregar, dan Ketua LPS Purbaya Yudhi Sadewa telah menyelenggarakan rapat KSSK pada 20 April 2023.
Dalam rapat tersebut, lanjutnya, seluruh pihak menyepakati akan terus memperkuat koordinasi dan kewaspadaan terhadap perekonomian dan risiko pasar keuangan global ke depan, termasuk dalam hal ini risiko perlambatan perekonomian global dan domestik yang dinamis.
“[Pertumbuhan ekonomi global] 2,6 persen lebih rendah dari tahun lalu, terutama disumbangkan dari sisi positif pembukaan ekonomi China pasca Covid 2019,” ucapnya.