Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja ekspor pada kuartal I/2023 yang positif memberikan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,03 persen (year-on-year/yoy), meski harga komoditas unggulan tak lagi setinggi tahun lalu.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud menyampaikan harga komoditas yang mengalami tren penurunan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.
“Komoditas CPO dan lain-lain terus menurun, ini pengaruh terhadap kinerja perdagangan dalam negeri,” ujarnya dalam keterangan pers, Jumat (5/5/2023).
Kendati demikian, BPS mencatat komponen ekspor tumbuh kuat pada kuartal I/2023 sebesar 11,68 persen (yoy). Hal tersebut didorong peningkatan bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati, besi baja, serta kenaikan jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Kinerja ekspor bahkan memberikan kontribusi ketiga tertinggi dalam pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal pertama ini, sebesar 22,71 persen.
Neraca perdagangan Indonesia pun mencatatkan surplus selama 35 bulan berturut-turut. Tercatat surplus sebesar US$12,19 miliar pada kuartal I/2023 atau tumbuh sebesar 30,68 persen (yoy).
Baca Juga
Melihat dari sisi komoditas unggulan, ekspor batu bara menyumbang US$10,20 miliar pada kuartal I/2023, turun US$2,08 miliar dari kuartal IV/2022.
Sementara andil ekspor CPO terhadap kantong ekspor juga turun pada kuartal pertama ini sebesar US$5,60 miliar dari kuartal sebelumnya sebesar US$7,32 miliar.
Untuk komoditas besi dan baja mengalami penurunan tipis jika dibandingkan dengan kuartal IV/2022, dari US$6,97 miliar menjadi US$6,56 miliar.
Bila melihat trennya, ekspor komoditas dari sisi nilai mengalami penurunan sejak kuartal III/2022, setelah mendapatkan windfall commodity pada kuartal II/2022.
Sejak Januari 2022 hingga Maret 2023, harga CPO telah turun US$972,1/mt. Di sisi lain harga komoditas yang menjadi primadona, yaitu batu bara, pada periode yang sama telah turun US$9,88 miliar menjadi US$187,2 miliar.
Pasalnya, harga batu bara sempat tembus lebih dari US$300 per ton pada pertengahan 2022 lalu.
Waspada Penyempitan Surplus Neraca Dagang
Meski demikian, Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menekankan bahwa kinerja ekspor yang melambat perlu diwaspadai karena berpengaruh pada motor pertumbuhan sepanjang 2023.
Tahun lalu terdapat berkah komoditas disumbang dari CPO, batubara dan barang lainnya. Tahun ini seluruh pelaku usaha dan pemerintah harus mengantisipasi koreksi tajam harga komoditas ekspor.
“Kita perlu switch ke penguatan pasar domestik dan meningkatkan porsi ekspor manufaktur ke negara-negara alternatif,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (5/5/2023).
Sebelumnya pun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mewanti-wanti penyempitan surplus neraca dagang.
Sri Mulyani menegaskan perlu kewaspadaan dalam kondisi ini, karena bercermin kepada Vietnam yang sebelumnya dikatakan resilien, namun saat ini mulai terlihat pelemahan yang terjadi.
Tercermin dari PMI manufaktur Vietnam yang masuk zona kontraksi si level 47,7 persen, sementara Indonesia masih ekspansif di level 51,9 persen.
“Vietnam yang selama ini cukup resilien sekarang mengalami pukulan pelemahan dari PMI manufkatur, akibat pelemahan negara tujuan ekspor,” katanya dalam keterangan pers, Senin (17/4/2023).
Pada April 2023, PMI manufaktur Indonesia tercatat terus ekspansif berada di level 52,7.