Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan akan melanjutkan tren surplus pada Februari 2023. Akan tetapi angkanya akan susut dibandingkan bulan sebelumnya.
Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo memperkirakan surplus neraca dagang pada Februari 2023 mencapai US$3,5 miliar. Capaian tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan surplus perdagangan pada Januari 2023 yang sebesar US$3,87 miliar, terutama disebabkan oleh penurunan kinerja ekspor karena berakhirnya windfall profit perekonomian.
Banjaran menjelaskan, kinerja ekspor Indonesia pada 2022 mencetak prestasi positif akibat kenaikan harga komoditas sebagai dampak dari gangguan rantai pasok konflik Rusia dan Ukraina.
“Namun kini dampak gangguan supply chain dan sanksi Uni Eropa kepada Rusia semakin termoderasi, sehingga harga komoditas yang tahun lalu meningkat tersebut kini kembali mendekati range harga nya,” katanya kepada Bisnis, Selasa (14/3/2023).
Adapun, pada Februari 2023, harga batu bara tercatat turun secara signifikan sebesar -23,4 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).
Sebaliknya, harga CPO mengalami peningkatan sebesar 5,09 persen di Februari, namun lebih disebabkan oleh ketersediaan suplai yang menurun sebagai dampak dari peningkatan Domestic Market Obligation (DMO) di Indonesia.
Baca Juga
Selain itu, Banjaran mengatakan bahwa nilai tukar rupiah juga terdepresiasi sebesar -1,7 persen sebagai dampak dari ekspektasi sikap hawkish The Fed.
“Secara keseluruhan, ekspor diproyeksikan turun hingga US$20 miliar. Kemudian, dari sisi impor, harga minyak global menurun tipis di Februari sebesar -0,71 persen,” kata dia.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2023 mecetak surplus US$3,9 miliar. Capaian tersebut naik tipis dibandingkan dengan surplus bulanan pada Desember 2022 sebesar US$3,89 miliar.
Adapun, realisasi kinerja ekspor dan impor Januari 2023 merupakan surplus beruntun dalam 33 bulan terakhir.