Bisnis.com, JAKARTA - Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menolak sejumlah poin dalam Perppu Cipta Kerja terbaru, termasuk penurunan tanggung jawab BPJS Kesehatan menjadi di bawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam RUU BPJS dan RUU Kesehatan.
Perubahan aturan terkait dengan Jaminan Sosial Nasional dalam UU Cipta Kerja dilakukan pemerintah. Perubahan yang akan dirasakan para pekerja dari UU Ciptaker yang mulai efektif pasca Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) Cipta Kerja disahkan.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mencatat setidaknya ada 7 poin yang membuat Perpu Cipta Kerja merugikan pekerja. Dia mencatat upah Minimum bakal dibayar lebih rendah, outsourcing yang tidak memiliki batasan padahal pada UU No. 13 tahun 2003 hanya ada 5 jenis pekerjaan yang bisa outsourcing.
Selain itu, kontrak kerja yang dapat diulang berkali-kali, dalam UU No 13/2003 berlaku hanya 2 kali, selanjutnya menjadi permanen.
"Kemudian, disebut bisa sampai 5 tahun, kenyataan dilapangan ada yang hanya dikontrak 6 bulan 1 tahun dan dilakukan berulang kali sampai 30 tahun," jelasnya kepada Bisnis, Jumat (28/4/2023).
Selain itu, besaran pesangon juga berkurang dari 32 bulan gaji menjadi 19 bulan atau mendapatkan 2 kali pesangon, saat ini dipenuhi kurang dari separuhnya.
Baca Juga
Pemerintah juga menghapus upah sektoral. Selain itu, ada kemudahan dalam memutus hubungan kerja sektor alas kaki berorientasi ekspor. Ada pula, ancaman tentang pemberlakuan upah dibayar 75 persen untuk UMKM.
Di sisi lain, DPR tengah menyiapkan 11 regulasi dalam prolegnas yang terkait dengan pekerja, UU Perlindungan dan Bantuan sosial, RUU perlindungan PRT, RUU Penyelesaian Perselisihan Hub Industrial, RUU BPJS, RUU Keselamatan Kerja, RUU Pengawasan Ketenagakerjaan, RUU Sistem Pengupahan, RUU Sistem JSN, RUU Serikat Pekerja, RUU Ketenagakerjaan, RUU Dana Pensiun.
Salah satu yang tengah ramai yakni masuknya RUU BPJS ke dalam rancangan UU omnibus law Kesehatan yang membuat BPJS Kesehatan berada di bawah Kementerian Kesehatan baru melapor kepada Presiden.
"Kami menolak RUU kesehatan dan mendesak DPR mengeluarkan UU SJSN dan UU BPJS dari RUU Kesehatan. Kami menyerukan kepada seluruh masyarakat dan buruh peserta jaminan Kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kehilangan pekerjaan menolak revisi UU SJSN dan UU BPJS dalam RUU Kesehatan," tegasnya.
Adapun, KSBSI mencatat ada 10 isu utama dalam RUU BPJS yang termaktub dalam RUU Kesehatan, terutama pertanggungjawaban BPJS kepada Presiden menjadi melalui Menteri Kesehatan untuk BPJS Kesehatan dan Menteri Ketenagakerjaan (Pasal 7 ayat 2).
Selain itu, BPJS menjadi memiliki kewajiban melaksanakan tugas dari Menteri (Pasal 13 huruf K). Kemudian, pengurangan anggota dewas dari unsur buruh, pasal 21 ayat 3 (yang ini sudah dikembalikan ke semula).
Hal lain, mengenai laporan dewan pengawas (Dewas) ke Presiden yang menjadi melalui Menteri; Dewas wajib berkoordinasi melalui Menteri; Menteri membentuk seleksi dewas dan Direksi; Ketua Panitia Seleksi Dewas dan Direksi adalah Menteri; Menteri dapat dengan mudah mengganti anggota Dewas dan Direksi (Pasal 34 ayat 1); Laporan pertanggungjawaban BPJS kepada Presiden wajib melalui Menteri (Pasal 37 ayat 1); dan Laporan pertanggungjawaban BPJS kepada presiden terlebih dahulu diperiksa Menteri (Pasal 37 ayat 4).
"Banyaknya peraturan pemerintah, surat edaran, menyebabkan buruh menghadapi ketidakpastian," tambahnya.