Bisnis.com, JAKARTA — Nokia mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Uni Eropa mengenai pencegahan perselisihan atas hak paten peralatan telekomunikasi seluler cenderung membebankan tanggung jawab dan biaya pada pemilik paten.
Pabrikan peralatan telekomunikasi Finlandia ini menganggap kebijakan tersebut dapat merugikan Eropa yang tengah memimpin sektor ini.
Nokia menghasilkan menghasilkan pendapatan berkisar 1,5 miliar euro dan menyumbang hampir 40 persen dari keuntungannya dari hak paten standar utama (SEP). Adapun komentar ini diutarakan dua hari sebelum Komisi Uni Eropa menyampaikan draf RUU ini.
Dilansir dari Reuters pada Rabu (26/4/2023) seharusnya pemegang paten mendaftarkan hak patennya pada pihak kantor kekayaan intelektual Uni Eropa.
Kantor Kekayaan Intelektual Uni Eropa akan turut mengawasi proses pada penentuan royalti yang adil dan tidak diskriminatif yang perlu diselesaikan dalam kurun waktu sembulan bulan.
Kepala kebijakan IP Nokia Collette Rawnsley mengatakan bahwa proposal tersebut tidak seimbang dan mengabaikan permasalahan utama yang dirasakan oleh pemilik paten.
Baca Juga
“Rancangan peraturan yang bocor tampak sepihak dengan kewajiban tambahan, beban dan biaya jatuh pada pemilik SEP daripada pelaksana,” katanya kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
Rawnsley melanjutkan, dalam draft tersebut, tidak ada usulan untuk mengatasi masalah penangguhan, di mana pelaksana dapat menghindari atau menunda mengambil lisensi dan membayar teknologi inovatif yang mereka gunakan.
Menurutnya, saat ini Eropa menjadi tempat bagi para pemimpin dalam standar seluler yang bisa menyebabkan hilangnya keunggulan di bawah rancangan peraturan.
"Intervensi peraturan UE dan perubahan kerangka kerja untuk lisensi SEP berisiko membuat forum standarisasi Eropa menjadi kurang menarik. Risiko ini melemahkan kepemimpinan Eropa dalam teknologi penting ini," kata kepala kebijakan IP Nokia tersebut.
Rawnsley menepis kekhawatiran regulator terkait sengketa paten pada beberapa merek perusahaan telekomunikasi lain seperti Apple, Samsung, Nokia, dan Microsoft.
"Mayoritas perjanjian lisensi paten disetujui secara damai. Litigasi jarang terjadi dan selalu merupakan upaya terakhir. Sayangnya, litigasi kadang-kadang diperlukan untuk membuat pelaksana yang bandel bernegosiasi dengan itikad baik lisensi FRAND," jelasnya.