Bisnis.com, JAKARTA — PT Freeport Indonesia (PTFI) terus berkoordinasi dengan pemerintah terkait dengan permohonan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga sampai proyek pembangunan smelter Manyar di Gresik, Jawa Timur beroperasi penuh pertengahan 2024 mendatang.
Upaya itu tertuang dalam laporan Kuartal I/2023, Freeport-McMoRan yang disampaikan kepada pemegang saham serta pemangku kepentingan terkait pada Jumat (21/4/2023).
“PTFI sedang bekerjasama dengan pemerintah untuk mendapat persetujuan perpanjangan izin ekspor yang diperlukan sampai Smelter Manyar dan fasilitas Precious Metal Refinery [PMR] sepenuhnya beroperasi,” tulis Freeport-McMoRan dalam laporannya dikutip Minggu (23/4/2023).
Seperti diketahui, pemerintah belakangan telah menetapkan izin perpanjangan ekspor konsentrat tembaga PTFI dengan kuota mencapai 2,3 juta ton hingga Juni 2023. Keputusan itu disampaikan otoritas perdagangan lewat surat persetujuan ekspor (SPE) yang diterbitkan akhir Maret 2023 lalu.
Moratorium ekspor konsentrat tembaga dinilai terlalu berisiko untuk penerimaan negara serta kelanjutan pengerjaan smelter PTFI mendatang.
Hitung-hitungan PTFI menunjukkan potensi pendapatan pemerintah pusat Rp55 triliun dapat lenyap apabila kegiatan produksi terhenti imbas larangan ekspor kosentrat mendatang. Selain itu, penerimaan daerah sekitar Rp8,5 triliun juga bisa hilang tahun ini.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Utama PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas bersama dengan CEO Freeport-McMoran Inc Richard C. Adkerson bertandang ke Istana Negara, Jakarta lewat sepekan izin ekspor diterbitkan otoritas perdagangan.
Tony mengatakan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat itu membahas soal perkembangan produksi pertambangan hingga pembangunan smelter konsentrat tembaga milik PTFI.
“Kami bahas smelter yang rencananya Mei mulai start, dan akan ramp-up sampai dengan 2024,” kata Tony saat ditemui di di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (12/4/2023) lalu.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan kementeriannya masih mengkaji kemungkinan untuk memberi kelonggaran ekspor bagi PTFI kendati tenggat ekspor sudah diputuskan hingga Juni 2023 lewat SPE yang terbit akhir bulan ini.
“Memang ada faktor yang kita pertimbangkan yaitu masalah keterlambatan disebabkan oleh Covid-19, ini yang sekarang sedang kita finalkan,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Kendati demikian, Arifin mengakui, moratorium ekspor konsentrat tembaga untuk PTFI mendatang bakal berdampak serius terhadap perekonomian daerah hingga setoran penerimaan negara dalam jangka panjang.
“Kalau misalnya juga disetop ekspor terus banyak yang terdampak,” kata dia.
PTFI diketahui menetapkan hitung-hitungan RKAB tahun ini tidak jauh berbeda dengan posisi tahun lalu. Saat itu, penjualan tembaga dan emas berhasil menembus di angka masing-masing 1,58 miliar pound dan 1,8 juta ounce.
Torehan itu lebih tinggi dari pencapaian sepanjang 2021 yang berada di level 1,13 miliar pound untuk penjualan tembaga dan 1,34 juta ounce untuk emas.
Berdasarkan data konsolidasi aset PTFI, produksi tambang untuk tembaga mencapai 1,56 miliar pound sepanjang 2022. Angka itu lebih tinggi dari pencapaian 2021 di posisi 1,33 miliar pound.
Sementara itu, produksi emas berada di kisaran 1,79 juta ounce pada 2022. Adapun, produksi untuk tahun sebelumnya berada di level 1,37 juta ounce.
Adapun, smelter konsentrat tembaga kedua milik PTFI itu sudah menyerap investasi sebesar US$1,63 miliar atau setara dengan Rp24,25 triliun (asumsi kurs Rp14.883 per US$).
Di sisi lain, PTFI memproyeksikan total biaya smelter baru dan ekspansi smelter di kawasan ekonomi khusus itu dapat mencapai US$3 miliar atau sekitar Rp44,64 triliun. PTFI menargetkan konstruksi smelter itu rampung pada Desember 2023. Sementara operasi komersial smelter baru itu ditarget terjadi pada pertengahan 2024.