Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyambut baik kebijakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menganggarkan dana bagi hasil (DBH) sawit untuk 350 pemerintah daerah sebesar Rp3,4 triliun.
“Sebelumnya kami memang mendorong agar adanya DBH supaya nanti mereka daerah merasakan feedback sebagai produsen sawit dengan mendapatkan bagi hasil seperti minyak. Sehingga kami mendukung penuh kebijakan ini,” kata Ketua Umum Gapki, Eddy Martono kepada Bisnis di Istana Wakil Presiden, Rabu (12/4/2023).
Sekadar informasi, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, tengah menyusun aturan soal pembagian DBH sawit bagi pemerintah daerah (pemda) dengan total alokasi sebesar Rp3,4 triliun untuk 2023.
Sri Mulyani menyatakan terdapat batas minimum alokasi per daerah untuk tahun anggaran 2023 yakni setiap daerah paling tidak mendapatkan Rp 1 miliar.
"Alokasi untuk tahun 2023 sebesar Rp3,4 triliun, sumber dana dari DBH ini adalah pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK) sawit, besarnya porsi DBH sawit minimal 4 persen dan dapat disesuaikan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (11/4/2023).
Kemudian, Sri Mulyani menjelaskan bahwa perhitungan alokasi per daerah akan dilakukan dengan menyesuaikan Pasal 120 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Baca Juga
Pertama, alokasi formula sebesar 90 persen, dimana untuk kabupaten/kota penghasil variabelnya berupa luas lahan dan produktivitas CPO. Sedangkan untuk alokasi kabupaten/kota berbatasan variabelnya adalah batas wilayah. Kedua, yakni alokasi kinerja sebesar 10 persen dengan indikator berupa perubahan tingkat kemiskinan dan rencana aksi daerah (RAD) kelapa sawit yang berkelanjutan.
Adapun, sumber dana untuk DBH akan bersumber dari pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK). Substansi ketiga setelah alokasi dan sumber dana, yaitu besarnya porsi DBH sawit minimal 4 persen dan dapat disesuaikan dengan memperhatikan kemampuan negara.
Sementara itu, formulasi pembagian DBH kenapa daerah yang akan mendapatkan bagi hasil, dengan ketentuan provinsi akan mendapatkan 20 persen dari DBH, sementara kabupaten/kota penghasil akan mendapatkan 60 persen dari DBH, dan kabupaten/kota yang berbatasan mendapatkan 20 persen dari DBH 4 persen.
“Maka proprosi dari penerimaan provinsi yang akan menerima DBH adalah 20 persen dikali 4 persen atau 0,8 persen. Demkian juga dengan kabupaten/kota penghasil, 60 persen dikali 4 persen yaitu 2,4 persen, dan kab/kota berbatasan 20 persen dikali 4 persen yaitu 0,8 persen,” jelas Bendahara Negara tersebut.
Keempat, Sri Mulyani menerapkan batas minimal DBH per daerah sebesar Rp1 miliar. Hal tersebut mengingat pada 2022, beberapa bulan Indonesia tidak mendapatkan PE dan BK, sehingga tidak ada penerimaan.
“Beberapa bulan PE dan BK itu 0, sehingga penerimaan 0, yang menjadi sumber dana untuk bagi hasil 0, maka nanti jumlahnya terlalu kecil, kami memutuskan ada batas minimum, minimal Rp1 miliar per daerah,” jelasnya.
Kelima, alokasi perdaerah terbagi menjadi dua, berdasarkan formula yang bergantung dari luas lahan dan tingkat produktivitas lahan. Selain itu alokasi berbasis kinerja, mengacu pada perubahan tingkat kemiskinan dan rencana aksi daerah (RAD) kelapa sawit berkelanjutan.
Keenam, jumlah daerah yang akan menerima DBH sawit sebanyak 350 daerah, termasuk empat daerah otonomi baru di Papua.
Ketujuh, terkait sumber data untuk penentuan daerah, luas lahan, produktivitas, dan presentase penduduk miskin mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), Kemendagri, dan Kementan.
Kedelapan, penggunaan DBH sawit akan digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan serta kegiatan strategis lainnya yang ditetapkan Kemenkeu. Selain itu, alokasi DBH sawit nantinya tidak akan mengurangi alokasi yang dibutuhkan pembangunan daerah dari DAK fisik maupun program infrastruktur lainnya.
Kesembilan, Sri Mulyani menjelaskan untuk penyaluran DBH akan berlangsung dalam dua tahap, pada Mei (50 persen) dan Oktober (50 persen). Dengan catatan, syarat salur rencana kegiatan untuk pencairan tahap 1, dan laporan realisasi pada tahap 2.
Terakhir, PP DBH sawit akan diatur bahwa pemerintah dapat menetapkan alokasi minimum DBH sawit. Untuk 2024 mendatang, diusulkan nilai minimal DBH sawit yaitu sebesar Rp3 triliun.
Sri Mulyani berharap penyusunan rancangan PP dapat segera diselesaikan seingga dapat disosialisasikan kepada Pemda dalam waktu dekat.
“Kalau bisa selesai pada April atau awal Mei serta PMK dan edukasi sama sosialisasinya bisa dijalankan, kita bisa sesegera mungkin melakukan pembayaran tahap 1, tadi kami sebut Juni sebagai berjaga jaga bisa mendapatkan waktu untuk menyelesaikan semuanya,” paparnya.