Bisnis.com, JAKARTA – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mencatat adanya potensi defisit yang bakal naik pada kuartal I/2023 karena adanya risiko fiskal.
Mengacu dalam Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal Edisi I/2023, BKF menyampaikan risiko tersebut disebabkan perubahan kondisi ekonomi global, di antaranya fluktuasi harga komoditas, pengetatan kebijakan moneter di beberapa negara yang bersumber dari eksternal dan kebijakan pemerintah dari internal.
“Berdasarkan sensitivitas APBN, dapat diperkirakan pada kuartal I/2023, deviasi pada pertumbuhan ekonomi yang melambat akan berdampak pada meningkatnya defisit APBN,” tulis laporan tersebut seperti dikutip, Selasa (4/4/2023).
Sementara itu, nilai tukar rupiah yang melemah juga akan berdampak pada meningkatnya defisit APBN.
Di sisi lain, BKF juga melihat bahwa suku bunga dari surat berharga negara (SBN) dalam 10 tahun terakhir yang menurun akan berdampak pada turunnya defisit APBN. Sementara penurunan harga ICP akan berdampak pada berkurangnya defisit APBN (karena adanya kompensasi energi).
“Oleh karenanya, maka pengalokasian dana cadangan risiko ekonomi makro tahun 2023 dibutuhkan, dengan terus melakukan monitoring indikator pasar keuangan dan harga komoditas,” lanjutnya.
Baca Juga
Adapun, bila nantinya pendapatan negara menurun, akan dilakukan penyesuaian kebijakan antara lain efisiensi belanja, dan atau penambahan pembiayaan.
Dalam Buku APBN Kita Edisi Maret 2023, tercatat pendapatan negara per Februari 2023 sebesar Rp419,6 triliun, naik 38,7 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy).
Sementara belanja negara telah tersalurkan sebesar Rp287,8 triliun, maka APBN terdapat surplus sebesar Rp131,8 triliun atau 0,64 persen terhadap PDB.
Surplus pada Februari 2023 tersebut akibat belum besarnya belanja negara dan pada saat pendapatan negara membaik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Terlebih, pembiayaan utang melalui SBN tetap dilakukan sesuai dengan jadwal.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyampaikan bila memang adanya alokasi dana cadangan risiko 2023, harus dipergunakan bila memang keadaan benar-benar terdesak.
“Terpaksa dikeluarkan kalau dalam kondisi yang sangat mendesak, seperti harga minyak melonjak tajam, ada kejadian Covid, ada bencana yang skala besar, itu yang saya kira diperuntukkan, atau belum dianggarkan oleh K/L tetapi ada mandatory dari presiden,” ujarnya, Selasa (4/4/2023).