Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi petani sawit menggelar aksi demo di depan Kedutaan Besar Uni Eropa di Jakarta pada Rabu (29/3/2023). Aksi unjuk rasa digelar sebagai bentuk protes terhadap aturan anti deforestasi (European Union Deforestation Regulation/EUDR) yang diberlakukan pada akhir 2022.
Dalam aksi tersebut, para petani sawit juga sekaligus menyerahkan petisi ke Kedutaan Besar Uni Eropa untuk mencabut aturan anti deforestasi.
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat ME Manurung, menyampaikan, pihaknya tak ingin sawit disebut merusak lingkungan lantaran sawit memenuhi tiga dimensi keberlanjutan dari aspek ekologi, aspek ekonomi, dan aspek sosial.
“Lantas kenapa itu disebut [merusak lingkungan]? Karena itu politik dagang, apakah kita diam saja? Tidak. Mari kita raih hak kita, kita minta keadilan,” kata Gulat dalam orasinya di depan Menara Astra, Jakarta Pusat, Rabu (29/3/2023).
Santri Tani Nahdlatul Ulama (NU), Tengku Rusli Ahmad, menambahkan, hampir 60 persen petani-petani yang bekerja di sawit dan pemilik sawit adalah NU. Oleh karena itu, pihaknya merasa terpanggil untuk membantu melawan kebijakan anti deforestasi tersebut.
“Cabut itu Undang-undang anti Deforestasi yang menyatakan bahwa sawit berisiko tinggi, itu bohong,” ujarnya.
Baca Juga
Para petani sawit berharap, Uni Eropa dapat mencabut aturan ini. Pasalnya, regulasi anti deforestasi ini mengancam masa depan 17 juta petani sawit dan pekerja sawit lantaran undang-undang anti deforestasi dinilai sebagai bagian dari kampanye negatif sawit.
Selain itu, sawit telah menghidupi 17 juta petani sawit dan pekerja sawit, belum lagi efek rambatan yang ditimbulkan dalam dunia kerja dan usaha.
Dalam petisinya, para petani sawit menitikberatkan pada lima poin. Pertama, mencabut penargetan EUDR terhadap petani sawit indonesia. Kedua, mencabut pelabelan ‘Risiko Tinggi’ untuk negara Indonesia yang menjadi objek dari peraturan ini.
Ketiga, menghormati dan mengakui standar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) serta peraturan terkait sawit yang berlaku di Indonesia. Keempat, memastikan Uni Eropa kedepannya tidak lagi menyerang dan mendiskreditkan tanaman kelapa sawit sebagai tanaman penyebab deforestasi.
Terakhir, meminta Uni Eropa untuk meminta maaf secara tertulis kepada jutaan petani sawit yang akan terdampak kebijakan diskriminatif EUDR.