Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi petani sawit melakukan orasi dan penyerahan petisi kepada Uni Eropa, imbas pemberlakukan undang-undang anti deforestasi (European Union Deforestation Regulation/EUDR).
Kegiatan yang berlangsung di Kantor Dubes Uni Eropa, Jakarta Pusat, Rabu (29/3/2023) ini dihadiri oleh Santri Tani NU, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR (Aspek-PIR), Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade), dan Forum Mahasiswa Sawit Indonesia (Formasi).
Dalam petisi tersebut, ada lima poin tuntutan yang disampaikan oleh para petani sawit. Pertama, mencabut penargetan EUDR terhadap petani sawit Indonesia.
“Uni Eropa harus menarik pasal dalam peraturan deforestasi yang secara tidak adil menargetkan petani non Eropa dan membebaskan petani dari EUDR. Sepatutnya tidak ada diskriminasi dalam hal ini,” bunyi petisi tersebut, dikutip Rabu (29/3/2023).
Kedua, mencabut pelabelan ‘risiko tinggi’ untuk negara Indonesia yang menjadi objek dari peraturan ini. Ketiga, menghormati dan mengakui standar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) serta peraturan terkait sawit yang berlaku di Indonesia.
Menurut para petani, regulasi ISPO telah mendukung upaya intensifikasi melalui Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan menolak deforestasi.
Baca Juga
Keempat, para petani memastikan Uni Eropa untuk tak lagi menyerang dan mendiskreditkan tanaman kelapa sawit sebagai tanaman penyebab deforestasi ke depannya.
Terakhir, mereka meminta Uni Eropa untuk secara tertulis meminta maaf kepada jutaan petani sawit yang akan terdampak kebijakan diskriminatif EUDR.
Perlu diketahui, Uni Eropa pada akhir 2022 memberlakukan kebijakan anti deforestasi. Regulasi ini akan mengatur, membatasi, dan memastikan konsumen di Uni Eropa tidak membeli produk - salah satunya sawit, yang terkait deforestasi dan degradasi hutan.
Dalam aturan tersebut juga disebutkan bahwa kelapa sawit merupakan tanaman berisiko tinggi dan semua produk minyak sawit yang masuk ke wilayahnya harus melalui sertifikasi konsultan internasional.