Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya kolaborasi dalam mendorong laju investasi, khususnya dalam mewujudkan hilirisasi.
Bahlil mengungkapkan bahwa Indonesia butuh dukungan kerja sama dalam bidang teknologi. Oleh karena itu, pemerintah kini tengah merajut kolaborasi dengan China dan beberapa negara lainnya, sembari meyakinkan bahwa Indonesia layak sebagai tujuan investasi.
“Kita menyadari bahwa Indonesia tidak bisa sendiri dalam upaya mewujudkan hilirisasi. Maka dari itu, kami buka peluang sebesar-besarnya untuk berkolaborasi dengan negara manapun yang memenuhi syarat untuk melakukan kerja sama,” ujarnya baru-baru ini.
Bahlil juga mengungkapkan pemerintah terus berusaha menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang layak menjadi tujuan investasi. Hal ini seiring dengan keputusan pemerintah menyetop ekspor bahan mentah dan fokus pada hilirisasi.
Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro menambahkan bahwa investasi berpotensi mendorong terjadinya kolaborasi, sekaligus mendatangkan teknologi bagi Indonesia.
“Melalui teknologi, negeri ini bisa membuat lompatan besar menuju Indonesia Maju pada tahun 2045. Kolaborasi penting untuk meningkatkan ekonomi dan menekan biaya di tengah ketidakpastian global,” tutur Ari.
Baca Juga
Di sisi lain, upaya mendorong laju investasi juga semakin terbuka lebar setelah DPR RI mengesahkan RUU terkait penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang pada Selasa (21/3/2023).
Dalam Rapat Paripurna DPR RI, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan implementasi UU Cipta Kerja pada saat pandemi Covid-19 telah mendorong peningkatan aliran investasi langsung ke dalam negeri.
Tingkat Penanaman Modal Asing (PMA), misalnya, naik sekitar 29,4 persen pada lima kuartal setelah diterbitkannya UU Cipta Kerja. Hal ini dikomparasikan dengan tingkat PMA sepanjang lima kuartal sebelum beleid tersebut diterbitkan.
Peningkatan ini sejalan dengan laporan Bank Dunia pada Desember 2022 yang menyebutkan bahwa Indonesia menjadi negara terbesar kedua penerima aliran investasi langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) di Asia Tenggara, setelah kemunculan UU Cipta Kerja.