Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa transaksi mencurigakan yang ditemukan senilai Rp349,87 triliun bukan merupakan tindak pidana korupsi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Jika terjadi korupsi di internal Kemenkeu, kita tidak akan sampaikan hasil analisis ke Kemenkeu karena bukan penyidik tindak pidana asal hasil analisis,” katanya dalam Rapat Kerja bersama dengan Komisi III DPR RI, Selasa (21/3/2023).
Ivan mencontohkan, seperti kasus pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo (RAT), hasil analisis yang dilakukan PPATK diserahkan kepada KPK sebagai penyidik tindak pidana asal, bukan ke Kemenkeu.
Dia membenarkan bahwa hasil analisis dan hasil pemeriksaan PPATK terkait transaksi tersebut mengandung tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Namun demikian, transaksi mencurigakan tersebut bukan merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh atau di Kementerian Keuangan, melainkan terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari Kemenkeu itu sendiri sebagai penyidik tindak pidana asal.
“Jadi Rp349,87 triliun itu, kita tidak semuanya bicara tentang tindak pidana yang dilakukan oleh atau di Kemenkeu, tapi ini terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal,” katanya.
Baca Juga
Dia menjelaskan transaksi janggal tersebut kebanyakan terkait dengan ekspor impor dan perpajakan. Misalnya, pada satu kasus saja, bisa terdapat transaksi senilai Rp40 triliun hingga Rp100 triliun
Laporan hasil analisa yang dilakukan PPATK terdiri dari tiga stream, yaitu transaksi terkait oknum, transaksi terkait oknum dan tugas fungsinya, serta transaksi yang tidak ditemukan oknumnya.
“Jadi tindak pidana asal inilah yang PPATK sampaikan ke penyidiknya. Jadi tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu di Kemenkeu, ini jauh berbeda,” jelasnya.