Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menceritakan pengalamannya saat merumuskan mekanisme skema berbagi beban atau burden sharing sebagai bentuk dukungan pembiayaan kepada pemerintah untuk menangani dampak pandemi Covid-19.
Perry mengatakan mekanisme burden sharing dibutuhkan untuk mendukung APBN karena adanya kondisi extraordinary. Perppu No. 1/2020 saat itu pun menetapkan defisit APBN boleh di atas 3 persen dari PDB.
Namun di sisi lain, untuk menjaga independensi BI, burden sharing antara bank sentral dan pemerintah juga harus diatur agar hanya berlaku secara temporer.
“Waktu sebelum 7 Juli, saya seminggu 7 hari 7 malam tidak tidur, merumuskan burden sharing, kami tampilkan tabel excel yang saya buat sendiri [di rapat DPR],” katanya dalam fit & proper test sebagai calon Gubernur BI untuk periode 2023-2028 di Komisi XI DPR RI, Senin (20/3/2023).
BI mencatat, pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh BI untuk pembiayaan APBN berdasarkan UU No. 2/2020 mencapai Rp1.104,85 triliun selama periode 2020 hingga 2022.
“BI mendanai APBN untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis melalui sinergi fiskal dan moneter yang erat,” jelas Perry.
Baca Juga
Pada 2020, BI melakukan pembelian SBN di pasar perdana sebesar Rp473,42 triliun, terdiri dari pembelian SBN berdasarkan SKB I sebesar Rp75,86 triliun dan SKB I Rp397,56 triliun.
Pada tahun berikutnya, BI mencatat pembelian SBN di pasar perdana mencapai Rp358,32 triliun, dengan rincian pembelian berdasarkan SKB I mencapai Rp143,32 triliun, dengan SKB II sebesar Rp215 triliun.
Sementara itu, sepanjang 2022, total pembelian SBN oleh BI sebesar Rp273,11 triliun, terdiri dari realisasi SKB I sebesar Rp49,11 triliun dan SKB II sebesar 224 triliun.