Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor pakaian bekas di Indonesia mencapai 26,22 ton sepanjang 2022. Nilainya mencapai US$272.146 atau setara dengan Rp4,21 miliar (asumsi kurs Rp15.468 per US$).
Adapun, volume impor pada 2022 tersebut melesat 227,75 persen dibandingkan volume pada 2021 yang mencapai 8 ton. Bila dilihat secara nilai impor, kenaikannya mencapai 518,5 persen dibandingkan 2021 yang mencapai US$44.000.
Melihat trennya, impor pakaian bekas di Indonesia berfluktuasi dalam 1 dekade terakhir, dengan nilai impor terbanyak pada 2019 sebesar US$6,08 juta dan volumenya sebanyak 417,73 ton.
Angka-angka ini, menjadi bukti jika barang dengan kode HS 63090000 ini memiliki pasar yang besar di Indonesia, yang kemudian menyebabkan industri lokal tidak dapat menikmati besarnya pasar dalam negeri sendiri.
Hal ini diutarakan oleh Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFi) Redma Gita Wirawasta.
Menurutnya, meskipun Indonesia memiliki pasar tekstil yang besar dengan konsumsi sekitar 2 juta ton produk tekstil per tahunnya, industri tekstil dalam negeri hanya bisa menggigit jari. Pasalnya, pasar lokal dikuasai oleh produk impor, termasuk impor ilegal.
Baca Juga
“Jadi meskipun pasar kita bagus, kita nggak bisa nikmatin pasar kita sendiri. Karena memang kondisinya yang jelek gitu, dari sisi aturan maupun dari sisi pelaksanaan di lapangan, membuat pasar kita dibanjiri barang impor,” tutur Redma kepada Bisnis, dikutip Minggu (12/3/2023).
Adapun, pakaian bekas termasuk ke dalam barang yang dilarang untuk diimpor. Peraturannya sudah diketok sejak 2015 lalu melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51 tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.
Aturan tersebut kemudian diperbarui melalui Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, yang kemudian diperbarui kembali dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022, pakaian bekas dan barang bekas lainnya termasuk dalam barang yang dilarang impor dengan pos tarif atau HS 6309.00.00 dan tertera di bagian IV Jenis kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, imbas peredaran produk bekas impor ini, membuat industri lokal rontok. Terlebih lagi, saat ini industri pakaian hingga alas kaki lokal menghadapi banyak ketidakpastian ekonomi.
Hal ini dituturkan oleh Redma saat ditanyai mengenai kondisi pasar domestik yang tergerus produk impor.
"Banyak pihak yang ragu pemerintah dapat mengendalikan produk impor, terutama produk impor ilegal," kata Redma kepada Bisnis.