Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Singapura Mulai Adopsi Pajak Minimum Global, Indonesia Bagaimana?

Indonesia sampai dengan saat ini belum tertarik menerapkan regulasi terkait implementasi pajak minimum global.
Ilustrasi pajak digital/Freepik
Ilustrasi pajak digital/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan atau OECD mencatat Singapura hingga Korea mulai mengadopsi pilar 2 tentang penerapan pajak minimum global atau global minimum tax.

Pilar 2 adalah sebuah solusi untuk mengatasi kompetisi pajak dengan menerapkan tarif pajak minimum. Skema ini membatasi persaingan atas pajak penghasilan badan, melalui pengenaan tarif pajak badan efektif global minimum 15 persen yang akan berlaku bagi perusahaan dengan pendapatan di atas 750 juta Euro.

"Inggris, Swiss, Jepang, Korea, Singapura dan banyak lainnya telah bergerak maju untuk membuat aturan domestik," ujar Sekretaris Jenderal OECD Mathias Chomann saat menyampaikan laporan kepada Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 di Bengalore India dikutip, Sabtu (25/2/2023).

Isu tentang global minimum tax itu muncul dari kegundahan global terhadap ekonomi digital. Aturan yang berlaku di masing-masing yurisdiksi dianggap belum mampu menjangkau pemajakan ekonomi digital. Akibatnya terjadi penggerusan basis maupun potensi penerimaan pajak secara besar-besaran di sejumlah negara, terutama negara berkembang. .

Negara-negara berkembang seperti Indonesia banyak dirugikan karena hanya menjadi pasar bagi perusahaan-perusahaan global,  terutama yang bergerak di sektor digital.

Namun demikian, pemerintah Indonesia sepertinya belum tertarik dengan skema Pilar 2 dan cenderung mendorong pengimplementasian pilar 1 terlebih dahulu sebelum pilar 2.

Indonesia sendiri telah mengadopsi konsep Pilar 1 dalam Undang-undang No.2/2020 yang dikeluarkan saat merebaknya Covid-19 lalu. Ketentuan mengenai pemajakan (PPh) ekonomi digital itu tercantum dalam Pasal 6 ayat 6 UU No.2/2020.

Pasal itu mengatur tentang pengenaan pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan dapat diperlakukan sebagai bentuk usaha tetap dan dikenakan PPh.

Adapun ketentuan kehadiran ekonomi signifikan yang dimaksud pasal itu mencakup 3 hal. Pertama, peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu. Kedua, penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu. Ketiga, pengguna aktif media digital di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu.

Sayangnya, hingga saat ini pemerintah belum menerbitkan aturan teknisnya. Akibatnya skema pemajakan PPh bagi perusahaan-perusahaan asing tersebut belum berlaku secara optimal.

Padahal, pada Januari 2023 lalu, OECD telah mengestimasi bahwa implementasi pilar satu atau unified approach diharapkan mampu menghasilkan pendapatan pajak global sekitar US$13 miliar sampai dengan US$36 miliar. 

Sedangkan penerapan pajak minimum global akan menghasilkan pajak global tahunan hingga US$220 miliar atau 9 persen dari pendapatan pajak perusahaan multinasional.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper