Bisnis.com, JAKARTA - Center of Economic and Law Studies (Celios) menyarankan agar DPR RI berhati-hati dalam menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi undang-undang (UU).
Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan, alih-alih mengeluarkan Perppu, pemerintah seharusnya mengantisipasi risiko ekonomi global dengan menerbitkan rangkaian paket kebijakan yang implementatif. Sebab, menurutnya, implementasi Perppu masih butuh waktu sampai aturan teknis di kementerian /lembaga berjalan.
“Perppu juga menciptakan ketidakpastian hukum karena seolah menegasikan putusan MK [Mahkamah Konstitusi]. Bukan tidak mungkin polemik pasca-Perpu disahkan menjadi UU justru meningkat karena banyak pihak lakukan gugatan di MK,” ujar Bhima kepada Bisnis, Rabu (22/2/2023).
Bhima juga menilai Perppu tidak menjawab persoalan, seperti pengendalian inflasi, mitigasi perubahan iklim, dan perlindungan bagi pekerja.
“Jadi antara konsiderans Perppu yang berdalih adanya urgensi kebijakan dalam mengantisipasi risiko ekonomi, dan perubahan iklim dengan isi Perppu belum sinkron,” ungkapnya.
Selain itu, Bhima pun meragukan argumen jika Perppu dijadikan UU akan mendongkrak investasi yang masuk.
Baca Juga
“Belum tentu, karena alasan tadi ditambah tahun politik bisa jadi investasi yang terkait perizinan cenderung wait and see dulu,” imbuh Bhima.
Sebelumnya, Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto meminta DPR segera menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Penetapan Cipta Kerja menjadi UU. Airlangga mewakili pihak pemerintah dalam rapat pleno bersama badan legislasi (baleg) DPR dan DPD RI, Selasa (14/2/2023).
Dia menjelaskan, ada kegentingan memaksa di balik penerbitan Perppu Cipta Kerja. Dia menyebut, ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan hukum secara cepat berdasarkan UU.
“Undang-Undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau tidak memadainya UU yang ada,” kata Airlangga dalam rapat bersama baleg DPR dan DPD, Selasa (14/2/2023).
Oleh sebab itu, Airlangga menyebut kekosongan hukum ini tidak dapat diatasi dengan membuat UU melalui prosedur biasa. Pasalnya, hal tersebut bakal memakan waktu cukup lama. Padahal, kebutuhan yang mendesak tersebut perlu mendapatkan kepastian sehingga bisa segera diselesaikan.