Bisnis.com, JAKARTA - Sebatang lidi tak berarti apa-apa, tetapi dalam satu ikatan sapu akan mampu menyapu segala-galanya. Demikian falsafah sapu lidi yang kita kenal sejak bangku sekolah.
Bak gagasan tersebut, dibutuhkan peran nyata seluruh elemen bangsa dalam menghadapi awan mendung ekonomi global. Sebaliknya, satu batang lidi yang terpisah dari sapunya dapat dengan mudah dipatahkan.
Kita tengah menyaksikan rangkaian surplus neraca perdagangan Indonesia selama 31 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Sepanjang 2022, Indonesia mencatatkan surplus selisih nominal ekspor-impor yang mencapai US$54,46 miliar atau 1,3% dari PDB.
Capaian tersebut didorong tingginya permintaan ekspor dari negara mitra dagang, serta ditopang kenaikan harga komoditas (commodity boom) sebagai ekses perang Rusia-Ukraina.
Berkaca dari capaian surplus neraca perdagangan yang terus berlanjut, potensi Devisa Hasil Ekspor (DHE) patut dioptimalisasi. Di sisi lain, terdapat faktor global yang tak boleh diabaikan. Pada Januari 2023, Bank Dunia memberikan koreksi outlook pertumbuhan ekonomi global menjadi 1,7%, yang semula diestimasikan 3%.
Kondisi itu membawa tantangan dalam menjaga kestabilan makroekonomi, termasuk ketahanan eksternal dan nilai tukar rupiah.
Baca Juga
Tekanan inflasi global masih menghantui ekonomi dunia, seiring ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina yang belum kunjung mereda. Realitas itu mendesak respons kebijakan suku bunga acuan yang condong agresif. Kebijakan moneter ketat melalui kenaikan bunga acuan, di sisi lain membawa konsekuensi imperatif berupa perlambatan ekonomi.
Meskipun Indonesia relatif aman dari bahaya resesi, terdapat risiko aliran dana keluar dari sistem keuangan domestik (capital flight).
Penerapan bunga acuan tinggi di negara-negara maju guna menjinakkan tekanan inflasi menjadi daya tarik arus modal. Fenomena capital flight dapat terjadi secara rasional demi mengejar imbal hasil yang lebih tinggi.
Tingkat bunga menjadi faktor pendorong arus modal keluar Indonesia, termasuk DHE. Di Singapura, rerata bunga deposito dolar AS perbankan per 19 Januari 2023 tercatat 3,88% (tenor 1 bulan) dan 4,64% (tenor 12 bulan).
Di saat yang sama, bunga deposito dolar AS perbankan Indonesia masih terbatas mendekati 2%. Disparitas itu wajar, mengingat tingkat kedalaman pasar keuangan Singapura telah mampu secara efisien mengelola modal. Hal tersebut tecermin antara lain melalui keragaman opsi instrumen dan partisipan.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) Desember 2022 menginisiasi penguatan operasi moneter guna mendongkrak daya tarik eksportir dalam menempatkan DHE di dalam negeri. Eksportir lantas dapat menempatkan DHE Sumber Daya Alam (SDA) pada instrumen operasi moneter BI melalui bank yang ditunjuk BI (nonlelang).
Selanjutnya, RDG BI Januari 2023 mencanangkan implementasi instrumen baru operasi moneter berupa “term deposit (TD) valas DHE”.
Pada tahap awal, BI nampaknya fokus pada devisa yang bersumber dari ekspor SDA, sejalan dengan kebijakan Pemerintah dalam memarkir DHE SDA pada sistem keuangan Indonesia menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019. Jika sukses, kebijakan BI ini berpotensi diperluas untuk DHE selain yang bersumber dari SDA.
Pricing instrument baru ini mengacu ke mekanisme pasar TD valas lelang reguler BI yang relatif kompetitif. Tingkat bunga nantinya diteruskan oleh bank (pass on), sehingga eksportir dapat memanfaatkan imbal hasil bersaing, sekalipun bukan merupakan peserta operasi moneter langsung.
Cara itu dapat dipandang sebagai pemanis agar DHE tak terbang ke luar negeri. Bagi bank yang ditunjuk untuk transaksi ini, terdapat insentif berupa spread dan keringanan perhitungan giro wajib minimum valas dan rasio intermediasi makroprudensial, sesuai Peraturan BI Nomor 24/18/PBI/2022.
Mengamati tren di 2022 dan tantangan tahun 2023, inisiasi TD valas DHE dapat memperkuat ketahanan eksternal dan kestabilan rupiah. Indonesia tak boleh terlena dengan torehan surplus neraca perdagangan.
Tetap diperlukan langkah antisipasi perlambatan ekonomi global yang dapat memengaruhi makroekonomi Indonesia. Pada implementasinya, perlu dukungan OJK dan LPS dalam mencermati rasio-rasio perbankan yang terpengaruh, serta Pemerintah dalam inisiatif kebijakan agar DHE bertahan di dalam negeri.
Di tengah situasi menantang, state of confidence menjadi kunci dalam menavigasi pasar keuangan dan ekonomi yang kuat dan kondusif. BI menawarkan pendongkrak confidence pasar dengan menciptakan struktur insentif dan imbal hasil yang kompetitif melalui TD valas DHE.
Layaknya falsafah sapu lidi di awal tulisan ini, TD valas DHE dapat dipandang bak ikatan sapu yang mengeratkan batang-batang lidi di dalamnya. Eksportir, industri perbankan, dan seluruh elemen terkait dipanggil menjadi lidi-lidi dalam ikatan bersama mendukung kestabilan makroekonomi dan menyapu segala tantangan ekonomi global di tahun ini.