Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut tantangan terbesar dalam mekanisme transisi energi di Indonesia dan dunia.
Ada dua tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah saat ini, yaitu membangun infrastruktur energi dengan prinsip adil dan terjangkau. Hal itu disampaikan Sri Mulyani dalam agenda Munich Security Conference bertajuk “Power Shifts Geopolitics of the Green Transation".
Dia menilai banyak negara yang memiliki kebutuhan untuk terus tumbuh dan berkomitmen terhadap pengurangan emisi karbon namun membutuhkan energi yang sangat mahal.
“Di Indonesia, 62 persen energi kita berasal dari batubara dan lebih dari 90 persen sebenarnya adalah bahan bakar fosil. Kami ingin meningkatkan energi terbarukan menjadi 23 persen,” ungkapnya dikutip dari keterangan resmi, Senin (20/2/2023).
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa pembiayaan menjadi elemen yang sangat penting di dalam mekanisme transisi energi. Menurutnya, transisi dari energi berbasis fosil ke energi terbarukan memerlukan kekuatan dari sisi keuangan dan teknologi.
Hal-hal yang menjadi pertimbangan, antara lain besaran biaya, pihak yang akan membayar, insentif, serta subsidi yang akan disiapkan pemerintah.
"Ketika Anda dapat menghitung berapa biayanya, dari mana pembiayaan ini berasal? apakah itu publik, lembaga multilateral, sektor bilateral atau swasta. Berapa biaya untuk setiap sumber pembiayaan. Apalagi dengan situasi saat ini dimana suku bunga semakin tinggi, maka cost of fund akan semakin mahal," jelasnya.
Selain itu, Sri Mulyani menilai energi terbarukan juga membutuhkan investasi, modal, dan teknologi yang berbeda di setiap negara.
Dia mengatakan perubahan iklim adalah masalah publik global dan itulah mengapa tidak dapat diselesaikan sendiri oleh masing-masing negara. Semua negara bicara tentang komoditas yang sama yaitu CO2, karbon.
"Jika Anda melihat dunia, harga karbon berbeda. Beberapa negara sudah menerapkan pasar karbon dengan harga yang berbeda, bahkan beberapa negara tidak memiliki pasar karbon,” ungkapnya.
Pasalnya, lanjut dia, jika sebuah pemerintahan tidak memiliki posisi fiskal yang sehat maka akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu, Indonesia pada Presidensi G20 tahun 2022 melakukan langkah nyata dengan meluncurkan mekanisme transisi energi dan mendapatkan perhatian dari banyak negara termasuk Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang.
Indonesia menempatkan keuangan berkelanjutan di dalam banyak pembahasan bersama antara Menteri Keuangan, Gubernur Bank Sentral, para pembuat kebijakan, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk menciptakan kepercayaan dan membuat solusi konkrit.
“Itu sebabnya selama G20 di Indonesia, mereka mengumumkan bahwa kemitraan transisi energi berjanji akan dialokasikan hingga US$20 miliar untuk Indonesia dalam rangka mendukung transisi ini," ucap Sri Mulyani.