Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Amerika Serikat berkomitmen untuk mendukung program transisi energi Indonesia lewat kemitraan Just Energy Transition Partnership atau JETP.
Lewat pakta iklim Amerika Serikat dan Jepang bersama rekanan lainnya, Indonesia dipastikan mengamankan pendanaan awal dari JETP sebesar US$20 miliar atau setara dengan Rp310,7 triliun, asumsi kurs Rp15.535.
Pendanaan publik dan swasta itu dialokasikan untuk periode 3 tahun hingga 5 tahun mendatang. Head of U.S. Department of State Richard Duke mengatakan dukungan pendanaan itu diperkuat dengan posisi Indonesia sebagai negara berkembang dengan pertumbuhan investasi di sisi hilir industri mineral yang progresif beberapa waktu terakhir.
“Indonesia mencatatkan investasi pada sisi industrialisasi yang pesat termasuk pembangkit captive yang terlepas dari grid untuk mendukung tambang dan pengolahan mineral,” kata Richard saat konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Hilirisasi mineral itu, kata Richard, menjadi posisi strategis Indonesia untuk mendukung ekosistem energi bersih global di masa mendatang. Dengan demikian, dia mengatakan, sokongan dana JETP diharapkan dapat mengakselerasi peralihan pembangkit dari berbasis batu bara menjadi energi baru terbarukan (EBT) pada sistem kelistrikan industri mineral tersebut.
“Untuk menggantikan operasi pembangkit batu bara menyusul permintaan yang tumbuh signifikan di tengah rantai pasok kendaraan listrik dan produk lainnya,” kata dia.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memulai negosiasi serta perumusan rencana investasi komprehensif atau comprehensive investment plan (CIP) terkait dengan tindaklanjut komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP) dari sejumlah negara dan lembaga pendonor.
Perumusan CIP itu ditandai dengan peluncuran Kantor Sekretariat JETP, yang berlokasi di gedung Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM, sebagai wadah komunikasi antara pemerintah dengan pihak pendonor.
“Hari ini kita resmikan kantornya sehingga kita mulai kick-off program dari JETP tersebut yang didukung oleh beberapa pihak serta perbankan internasional,” kata Plt. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (16/2/20230).
Dadan mengatakan pemerintah bersama dengan pihak pendonor bakal mulai berunding ihwal rencana investasi JETP tersebut dalam kurun waktu 3 hingga 6 bulan mendatang.
Secara garis besar, kata Dadan, pembahasan rencana investasi itu bakal berfokus pada konsen pengembangan kapasitas terpasang pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
“Sekarang kita sudah punya RUPTL itu 20,9 GW kalau untuk EBT, kita sudah punya list untuk kandidat pensiun PLTU batu bara, nanti di dalam CIP itu akan bernegosiasi di situ,” kata dia.
Belakangan pemerintah berencana menyalurkan dana himpunan JETP itu untuk mengalihkan rencana investasi pembangunan PLTU di luar grid PLN menjadi pembangkit EBT. Rencana itu diharapkan dapat memotong investasi baru pada pembangkit batu bara di tengah investasi smelter yang makin intensif tahun ini.