Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan minyak asal Amerika Serikat (AS) Chevron Corp menyatakan menjual seluruh aset di Myanmar kepada perusahaan asal Kanada, MTI.
Dengan kesepakatan ini, Chevron resmi meninggalkan negara Asean tersebut.
Kesepakatan tersebut terjadi satu tahun setelah Chevron dan perusahaan minyak lainnya memutuskan untuk meninggalkan Myanmar menyusul kudeta militer pada tahun 2021. Chevron mengutuk pelanggaran hak asasi manusia di negara tersebut.
Dilansir dari Reuters pada Senin (13/2/2023), Kementerian Komunikasi Myanmar belum memberikan komentar mengenai hengkangnya Chevron.
Pada Jumat (10/2), Chevron mengatakan telah setuju untuk melepas 41,1 persen saham di Proyek Yadana kepada anak usaha MTI dengan nilai yang tidak disebutkan. Yadana diketahui memproduksi gas alam untuk keperluan domestik dan ekspor ke Thailand.
Sebelumnya, produsen minyak Prancis TotalEnergies menjual asetnya dan meninggalkan negara itu pada Juli 2022.
Baca Juga
Hengkangnya Chevron mengikuti strategi bisnis selama setahun terakhir untuk mengurangi hasil penjualan yang menguntungkan pemerintah militer Myanmar. Perusahaan minyak yang dikendalikan oleh pemerintah Myanmar, MOGE, merupakan bagian dari perusahaan patungan tersebut.
Sebelum menjual sahamnya di Yadana, Chevron untuk sementara meningkatkan partisipasi sahamnya di proyek tersebut dari 28 persen menjadi 41 persen dengan mengakuisisi saham dari TotalEnergies.
Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan kendali atas perusahaan patungan tersebut dan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh MOGE dari transaksi atau dari aset tersebut di masa mendatang.
Pemerintah militer mengambil alih kekuasaan di Myanmar pada tahun 2021 setelah menuduh adanya kecurangan dalam pemilihan umum yang dimenangkan oleh partai peraih Nobel Aung San Suu Kyi.