Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos IMF Wanti-Wanti Soal Gagal Bayar Utang AS, Efeknya Lebih Parah dari Inflasi

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan lonjakan inflasi AS tahun lalu tidak ada apa-apanya dibandingkan dampak dari gagal bayar utang AS.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva/Bloomberg
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva memperingatkan gagal bayar utang pemerintah Amerika Serikat akan menekan konsumen di AS dan merugikan perekonomian global.

Komentar kepala IMF ini menambah peringatan tentang risiko krisis pasar yang lebih parah dari dampak inflasi AS jika Kongres AS gagal menyelesaikan kebuntuan antara Partai Republik dan Presiden Joe Biden terkait peningkatan pagu utang.

Georgieva mengharapkan bahwa bahwa hal ini tidak akan terjadi. Dia juga menyinggung perdebatan mengenai pagu utang AS di pemerintahan sebelumnya.

"Jika Anda melihat sejarah, biasanya setelah banyak tarik ulur, solusi akan ditemukan," ungkapnya dalam 60 Minutes CBS, seperti dilansir Bloomberg, Senin (6/2/2023).

Partai Republik berusaha mendapatkan janji pemangkasan anggaran federal sebagai imbalan atas pencabutan pagu utang. Sementara itu, Presiden Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy mengadakan pertemuan awal di Gedung Putih pekan lalu, namun belum menyelesaikan perbedaan pendapat.

Georgieva mengatakan bahwa inflasi AS yang mencapai level tertinggi dalam empat dekade terakhir akan menjadi tidak berarti jika dibandingkan dengan tekanan ekonomi yang akan ditimbulkan oleh gagal bayar utang AS.

"Akan sangat merugikan konsumen jika AS gagal bayar, karena dapat mendorong suku bunga naik. Jika orang tidak menyukai inflasi, mereka tidak akan menyukai apa yang akan terjadi besok (jika AS gagal bayar utang)," lanjutnya.

Secara hukum, utang pemerintah federal tidak boleh melebihi US$31,4 triliun, namun pagu tersebut telah dicapai pada 19 Januari 2023. Departemen Keuangan mengatakan bahwa mereka dapat bertahan setidaknya sampai awal Juni dengan menggunakan manuver-manuver akuntansi khusus.

Georgieva memperingatkan bahwa 60 persen dari negara-negara berpenghasilan rendah berada pada atau dekat dengan krisis utang. Dia menegaskan kembali seruannya terhadap China yang menjadi kreditur terbesar negara-negara berkembang untuk bekerja sama dengan pembicaraan restrukturisasi utang.

"China harus mengubah kebijakan-kebijakannya karena negara-negara berpenghasilan rendah tidak dapat membayar. Inilah saatnya restrukturisasi utang menjadi prioritas utama,” ungkap Georgieva.

Georgieva juga mengatakan bahwa IMF memiliki peran yang harus dimainkan di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa ekonomi global menjadi lebih terfragmentasi.

"Saya menganggap bahwa membuat ekonomi yang terintegrasi adalah prioritas utama kami saat ini," pungkasnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper