Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta PT Pertamina (Persero) lebih giat menjaring calon investor potensial untuk mempercepat pembangunan kilang minyak yang belakangan justru berjalan lamban di masa akhir pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Padahal, pembangunan kilang baru serta ekspansi lewat program refinery development master plan (RDMP) itu menjadi proyek strategis nasional atau PSN saat Jokowi dilantik sebagai presiden pada 2014 lalu.
“Kami melihat Pertamina bisa proaktif mencari partner supaya ini cepat selesai tidak tergantung pada pembiayaan sendiri yang mungkin lama,” kata Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji saat konferensi pers daring awal tahun, Senin (30/1/2023).
Menurut Tutuka, akselerasi pembangunan kilang Pertamina itu memerlukan pembiayaan dari investor yang cukup kuat. Alasannya, bisnis kilang cenderung tidak menarik untuk diinvestasikan jika dibandingkan dengan program produksi minyak di hulu.
Apalagi, dia menambahkan, investasi yang mesti disiapkan untuk pengerjaan kilang itu relatif mahal. Namun, margin yang diterima terbilang kecil.
Misalkan, dia mencontohkan, biaya pengerjaan untuk program RDMP Balongan mencapai US$67,9 juta, sementara investasi yang mesti disiapkan untuk RDMP Balikpapan sebesar US$7,24 miliar.
Baca Juga
Selain itu, dia mengatakan, pengerjaan PSN Kilang Gross Root Refinery (GRR) Tuban sempat mengalami keterlambatan yang disebabkan karena kendala penyediaan infrastruktur penunjang.
“Misalnya, jalan tol untuk pengangkutan produknya, kalau tidak ada jalan tol tidak ekonomis, banyak hal yang diperlukan infrastruktur yang di luar kewenangan Kementerian ESDM,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan dirinya mendapat komplain dari Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) ihwal investasi di industri midstream migas Indonesia.
MBS, kata Luhut, mengeluhkan nihilnya portofolio investasi Saudi Aramco di industri kilang Indonesia. Situasi itu, kata Luhut, membuat MBS enggan berinvestasi lebih lanjut di industri penyulingan minyak mentah tersebut saat ini.
“Bu [Dirut Pertamina] Nicke ini saya baru dikomplain sama MBS, tadi komplain saya bilang ke MBS kenapa kalian belum investasi di Indonesia, dia bilang karena Aramco nggak masuk ke kilang minyak,” kata Luhut dalam Acara Saratoga Investment Summit, Jakarta, Kamis (26/1/2023).
Mendengar keluhan MBS, Luhut menuturkan, dirinya langsung bertanya lebih lanjut ihwal kelanjutan investasi Arab Saudi di industri midstream migas dalam negeri kepada Nicke.
“MBS saya text panjang lebar kemarin, nanti saya forward ke Anda [Nicke],” tuturnya.
Adapun, PT Kilang Pertamina Internasional menyiapkan anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) hingga US$43 miliar atau setara dengan Rp643,49 triliun (kurs Rp14.965) untuk pengembangan kilang minyak dan petrokimia atau RDMP hingga 2026.
Sebelumnya, Pjs Corsec Subholding Refining & Petrochemical Kilang Pertamina Internasional Milla Suciyani mengatakan, anggaran belanja modal itu disiapkan untuk meningkatkan indeks kompleksitas nelson atau complexity index (NCI) dari enam kilang Pertamina yang relatif sudah tua.
“Secara keseluruhan, RDMP yang dilaksanakan di kilang Pertamina akan meningkatkan kapasitas kilang dari 1 juta barel per hari menjadi sekitar 1,4 juta barel per hari, dan kualitas BBM dari Euro 2 ke setara Euro 5,” kata Milla saat dihubungi, Senin (11/7/2022).
Milla menuturkan, fokus pengembangan kilang bakal diarahkan pada Kilang Balikpapan dengan potensi penambahan produksi BBM secara nasional sebanyak 100.000 barel per hari pada triwulan III/2023.
Artinya, Kilang Pertamina Balikpapan itu nantinya dapat memproduksi 360.000 barel per hari untuk mengurangi beban impor BBM yang terlanjur lebar tahun ini.
“RDMP terbesar dilaksanakan di Kilang Balikpapan dengan tujuan untuk peningkatan kapasitas dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000 barel per hari,” kata dia.