Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha berharap agar realisasi investasi tahun ini dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja.
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sepanjang 2022 mencapai Rp1.207,2 triliun, melewati target Rp1.200 triliun yang ditetapkan Presiden Jokowi dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.305.001 juta orang.
Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono menilai realisasi investasi yang besar tersebut harus diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja Indonesia yang tumbuh 3,5 juta per tahun.
“Yang urgent adalah investasi itu menyerap tenaga kerja yang tiap tahun tumbuh 3,5 juta. Itu kan harus diserap oleh padat karya yang punya kemampuan. Makanya industri industri itu yang harus ditolong,” ungkap dia kepada Bisnis, Selasa (24/1/2023).
Sutrisno mengungkapkan, tren investasi 7 tahun terakhir ini sangat cenderung ke arah padat modal, bukan padat karya. Menurut dia, tren seperti ini juga tidak terlepas dari kemajuan teknologi dan kenaikan upah buruh yang mengubah tren investasi.
“Makanya harus saling pengertian, kalau upahnya terlalu tinggi tapi produktivitasnya tidak tinggi, maka dia menggunakan mesin. Maka dia pulih padat modal. Itu yang tentu tidak kami harapkan karena Indonesia masih memiliki kelebihan tenaga kerja,” ujarnya.
Baca Juga
Adapun, pada 2023 pemerintah menargetkan investasi mencapai Rp1.400 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan target investasi pada 2022 sebesar Rp1.200 triliun.
Menurut Sutrisno, target tersebut bakal terealisasi tetapi tergantung dua hal, yakni seberapa jauh pemulihan ekonomi global dan situasi politik menjelang Pemilu 2024.
“Kalau situasinya tidak menentu takut lah. Uang ditaruh terus nasibnya bagaimana. Makanya jangan ada tensi yang terlalu panas. Jika panas dampaknya ke ekonomi juga seperti 2018 lalu,” tutur dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, pihaknya sejatinya mengapresiasi pemerintah yang terus berupaya mempertahankan stabilitas makro dan konsisten mengupayakan reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing iklim investasi nasional.
“Terkait investasi, kami melihat appetite investasi masih cukup baik untuk mendukung pertumbuhan penerimaan investasi dalam skala pertumbuhan yang moderat,” ujar Shinta kepada Bisnis.
Meski demikian, Shinta tidak memungkiri terdapat kekhawatiran dari investor asing khususnya, terhadap perubahan-perubahan kebijakan nasional yang sifatnya populis atau bertujuan untuk menggerakkan suara masyarakat terhadap pilihan politik tertentu.
“Karena itu, kebijakan populis atau perubahan-perubahan kebijakan harus di-support dengan justifikasi, data empiris, dan konsultasi dengan pelaku usaha,” tutur Wakil Ketua Kadin Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri itu.