Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Maritime, Transportation & Logistic Watch (Imlow) mendesak revisi regulasi soal modifikasi peti kemas untuk menjamin keselamatan di jalan raya.
Sekjen Imlow Achmad Ridwan Tentowi menuturkan regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 25/2022 tentang Kelaikan Peti Kemas dan Berat Kotor Peti Kemas Terverifikasi.
Menurutnya, ada celah bagi pabrikan atau bengkel kontainer untuk memodifikasi ataupun membuat peti kemas/kontainer dengan bentuk maupun ukuran sesuai kepentingan pemesan/individual.
"Kami melihat ada celah bagi pabrikan/bengkel untuk memproduksi peti kemas sesuai pesanan diluar standar yang berlaku umum. Sebab pada umumnya kalau sesuai ISO kontainer internasional itu berlaku ukuran 20, 40, dan 45," ujarnya dalam siaran pers, Selasa (24/1/2023).
Dia menuturkan beleid yang terbit pada Oktober 2022 itu menyebutkan bahwa pemilik peti kemas wajib melepas Pelat Persetujuan Kelaikan (CSC Safety Aproval Plate) jika peti kemas telah dimodifikasi dan tidak memenuhi persyaratan.
Namun di pasal lainnya dalam beleid itu justru menyatakan peti kemas yang dimodifikasi dapat diberikan persetujuan oleh otoritas terkait.
Baca Juga
"Apakah persetujuan itu menyatakan peti kemas menjadi laik lagi atau bagaimana? Lalu apakah peti kemas ini yang tanpa CSC late diberikan persetujuan jadi laik kembali," katanya.
Menurutnya, sejumlah pasal-pasal mengenai modifikasi dan bengkel perbaikan peti kemas di beleid itu akan menjadi multi tafsir. Hal ini justru pada praktiknya berisiko membahayakan keselamatan pelayaran dan juga keselamatan dijalan raya pada saat pengangkutan peti kemas dari gudang (industri) ke pelabuhan ataupun sebaliknya.
Padahal, lanjutnya, Pemerintah saat ini sedang gencar mengampanyekan serta memberikan payung hukum untuk memberantas angkutan over dimension and over load (ODOL).
Ridwan mengkhawatirkan jika praktik modifikasi dan perubahan ukuran peti kemas bertambah marak di Indonesia, otomatis akan mempengaruhi fungsi alat angkut (truk) dan lain-lainnya.
"Bahkan, kini sudah beredar dan diperjualbelikan atau pemesanan peti kemas ukuran 21 feet. Jadi masalah modifikasi dan bengkel kontainer ini juga salah satu hal yang kita soroti," ujarnya.
Ridwan menilai, jika beleid itu tetap dipaksakan, justru nantinya tinggi dan ukuran peti kemas berbeda-beda sesuai keinginan 'kepetingan bisnis pemesan', dan hal ini tidak sesuai dengan fasilitas jalan maupun terowongan-terowongan di jalanan di beberapa wilayah di Indonesia yang efeknya bisa membahayakan keselamatan di jalan raya.