Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Revisi UU Kepariwisataan, GIPI: Sudah Tak Relevan dengan Situasi Saat Ini

UU No.10/2009 tentang Kepariwisataan dinilai tak sesuai atau relevan dengan situasi dan regulasi yang ada saat ini.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menjawab pertanyaan wartawan, di Jakarta, Kamis (11/4/2019)./Bisnis-Endang Muchtar
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menjawab pertanyaan wartawan, di Jakarta, Kamis (11/4/2019)./Bisnis-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA - Langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 10/2009 tentang Kepariwisataan mendapatkan dukungan penuh dari Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).

Ketua Umum GIPI, Hariyadi B. Sukamdani, mengatakan, aturan tersebut sudah tak sesuai atau relevan dengan situasi dan regulasi yang ada saat ini sehingga diperlukan evaluasi untuk menyesuaikan perkembangan industri pariwisata.

“Lalu adanya perkembangan digitalisasi yang sangat merubah dari pola usaha di pariwisata dan juga perilaku konsumen yang juga berubah. Ini sangat diperlukan reamandemen dari UU Nomor 10/2009,” kata Hariyadi dalam RDPU Panja RUU Kepariwisataan dengan Akademisi, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (24/1/2023).

Menurut dia, urgensi perubahan UU Nomor 10/2009 adalah agar regulasi dapat menyesuaikan dengan kebutuhan sektor pariwisata yang terus berkembang dan tidak menjadi hambatan bagi sektor pariwisata untuk berkembang dan berinovasi.

Selain itu, aturan tersebut dinilai terlalu umum sehingga diperlukan adanya pasal khusus yang membahas terkait pariwisata berkelanjutan.

Di sisi lain, dia juga mengungkapkan kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan UU Nomor 10/2009. Salah satunya adalah pasal yang mengatur jenis usaha pariwisata, sertifikasi usaha, badan promosi pariwisata, tentang gabungan industri pariwisata, sumber pendanaan badan promosi pariwisata dan gabungan industri pariwisata.

Menyangkut masalah dari sertifikasi misalnya, sampai saat ini masih menjadi polemik bagi GIPI salah satunya menyangkut sertifikasi kelengkapan dari usaha seperti sertifikasi halal.

“Sertifikasi halal ini kita masih belum mendapatkan petunjuk teknisnya nanti akan seperti apa, karena yang kami ketahui sertifikasi halal itu lebih kepada di hulunya, kami kan di hilir,” ujanrya.

Saat ini, Komisi X DPR tengah melakukan penyusunan Naskah Akademik dan RUU tentang Kepariwisataan. Komisi X DPR sudah menyampaikan surat ke Badan Legislasi bahwa RUU Penggantian UU Nomor 10/2009 Tentang Kepariwisataan sebagai Prolegnas Prioritas Tahun 2023.

Anggota Komisi X DPR, Sofyan Tan, menyampaikan, hal tersebut sesuai dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022, bahwa RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024.

“Kehadiran RUU Kepariwisataan ini antara lain untuk memperbaiki regulasi dan tata kelola bidang kepariwisataan, penyesuaian dengan perkembangan jenis dan bentuk wisata serta kebutuhan wisata masyarakat,” ujar Sofyan, mengutip siaran pers, dikutip Selasa (24/1/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper