Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta menghitung ulang usulan kenaikan biaya haji yang ditanggung jamaah sebesar Rp69,19 juta pada 2023. Usulan ini naik dari periode 2022 sebesar Rp39,88 juta dan biaya haji yang ditanggung jamaah pada 2020 sebesar Rp35,23 juta.
Saleh Partaonan Daulay, Ketua Fraksi PAN DPR RI menuturkan berdasarkan perhitungan yang dilakukan, penyelenggaraan haji untuk jamaah reguler saja akan meraup Rp20 triliun lebih jika usulan Kementerian Agama (Kemenang) ini dijalankan.
Perinciannya, jamaah reguler berjumlah 203.320 orang. Dengan kenaikan Rp30 juta seperti usulan Kemenag, maka uang jamaah yang akan dikumpulkan menjadi Rp14,06 triliun.
Dana ini kemudian ditambah lagi dari manfaat dana haji dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebesar Rp5,9 triliun. Total dana dari uang jamaah menjadi Rp20 triliun lebih.
APBN sendiri juga telah menyediakan biaya penyelenggaraan haji sebesar Rp1,27 triliun di Kemenag. Selanjutnya pos dalam APBN Kemenkes sebesar Rp283 miliar.
"[Dengan struktur dana ini] usulan kenaikan itu terlalu tinggi. Pasti memberatkan. Dengan jumlah jamaah haji terbesar di dunia, BPIH Indonesia mestinya tidak perlu naik. Kemenag harus menghitung lagi secara rinci structure cost BPIH. Penghematan bisa dilakukan di setiap rincian stucture cost tersebut", kata Saleh yang juga mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu dalam keterangan tertulis, Senin (23/1/2023).
Baca Juga
Dia menyebutkan terdapat sejumlah alasan kenaikan biaya haji yang ditanggung jamaah (BPIH) tidak tepat dilakukan saat ini.
Alasan itu antara lain, kalau tetap dinaikkan, dikhawatirkan akan ada asumsi di masyarakat bahwa dana haji dipergunakan untuk pembangunan infrasturuktur. Tentu asumsi ini kurang baik didengar. Sebab, pengelolaan keuangan haji semestinya sudah semakin terbuka dan profesional.
"Kalau di medsos, sudah banyak yang bicara begitu. Katanya, ongkos haji dipakai untuk infrastruktur. Semestinya, BPKH dan Kemenag menjawab dan memberikan klarifikasi. Biar jelas dan semakin transparan".
Apalagi, kata Saleh, negara sudah membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang bertugas mengurus dana haji yang disetorkan masyarakat. Kehadiran badan ini, katanya, didesain meningkatkan nilai manfaat dana simpanan jamaah. Semakin tinggi nilai manfaat yang diperoleh, tentu akan semakin meringankan beban jamaah untuk menutupi ongkos haji.
"BPKH ini kelihatannya belum menunjukkan prestasi memadai. Pengelolaan simpanan jamaah, tidak jauh beda dengan sebelum badan ini ada. Wajar saja kalau ada yang mempertanyakan pengelolaan keuangan haji yang diamanahkan pada badan ini".
Lainnya, Saleh yang juga politisi dari Sumatra Utara itu menekankan pandemi Covid-19 di Indonesia baru landai dan mereda. "Masyarakat masih berupaya menggerakkan kembali roda perekonomian mereka. Karena itu, jika dibebankan tambahan biaya untuk pelunasan BPIH yang cukup tinggi, tentulah itu sangat memberatkan," katanya.
Sedangkan yang terakhir, dia menilai jika kenaikan ongkos haji dilakukan di saat masa akhir pemerintahan Jokowi. Apalagi diketahui bahwa selama periode pertama dan kedua ini, Jokowi selalu berorientasi pada upaya meringankan beban masyarakat. Tentu mestinya tidak terkecuali dalam hal BPIH ini.
"Saya yakin Jokowi juga ingin agar masyarakat dimudahkan. BPIH tidak membebani," ujarnya.