Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Agama mengusulkan rerata biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) 1444 H/2023 M sebesar Rp69,19 juta. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan rerata Bipih 2022 yang sebesar Rp39,88 juta.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan, peningkatan signifikan komponen yang harus dibayarkan jemaah itu karena mempertimbangkan keberlangsungan dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Usulan ini atas pertimbangan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Formulasi ini juga telah melalui proses kajian,” ujar Yaqut dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR, Kamis (19/1/2023).
Pada dasarnya, rata-rata biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2023 diusulkan mencapai Rp98,89 juta atau hanya naik Rp514.888,02 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, secara komposisi ada perubahan signifikan antara komponen Bipih yang harus dibayarkan jemaah dan komponen yang anggarannya dialokasikan dari nilai manfaat (optimalisasi).
BPIH 2022 ditetapkan sebesar Rp98,38 juta dengan komposisi Bipih sebesar Rp39,88 juta atau 40,54 persen dari total BPIH dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp58,49 juta atau 59,46 persen dari BPIH.
Sementara itu, dalam usulan BPIH 2023, komposisi Bipih diusulkan naik menjadi 70 persen atau sebesar Rp69,19 juta dan komposisi nilai manfaat dikurangi menjadi hanya sebesar 30 persen atau sebesar Rp29,7 juta.
Baca Juga
Kebijakan formulasi komponen BPIH tersebut, ujar Yaqut, diambil dalam rangka menyeimbangkan antara besaran beban jemaah dengan keberlangsungan dana nilai manfaat BPIH di masa yang akan datang. Menurut dia, pembebanan Bipih harus menjaga prinsip istitha’ah dan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun berikutnya.
“Itu usulan pemerintah. Menurut kami, itu yang paling logis untuk menjaga supaya yang ada di BPKH itu tidak tergerus, ya dengan komposisi seperti itu. Jadi dana manfaat itu dikurangi, tinggal 30 persen, sementara yang 70 persen menjadi tanggung jawab jemaah,” tutur Yaqut.
Lantas, bagaimana kondisi dana haji yang dikelola BPKH saat ini?
Berdasarkan laporan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dana kelolaan haji saat ini mencapai Rp166,01 triliun atau meningkat 4,56 persen dibandingkan saldo pada 2021 sebesar Rp158,79 triliun.
BPKH melaporkan peningkatan dana kelolaan haji berbanding lurus dengan target nilai manfaat yang diperoleh BPKH pada 2022 yang melampaui target dengan realisasi Rp10,08 triliun.
Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah mengungkapkan bahwa keuangan haji saat ini berada dalam kondisi sehat, di mana posisi penempatan dana di bank per Desember 2022 mencapai Rp48,97 triliun atau lebih dari 2 kali kebutuhan dana untuk penyelenggaraan ibadah haji.
“Sejauh ini setiap tahun mengasumsikan berangkat haji adalah 100 persen kuotanya. Jadi secara pendanaan dan pembiayaannya kami sudah siapkan secara 100 persen, jadi kalau kemudian diimplementasikan 100 persen buat kami itu suatu hal yang rutin,” kata Fadlul, dikutip dari siaran pers, Sabtu (21/1/2023).
Kondisi keuangan haji saat ini pun, lanjutnya, cukup solven. Rasio solvabilitasnya (posisi aset terhadap liabilitas) di atas 100 persen, tepatnya 102,747 persen. Artinya, nilai kekayaan keuangan haji mampu memenuhi seluruh kewajiban.
Pemenuhan tingkat likuiditas keuangan haji, kata Fadlul, tetap terjaga sesuai ketentuan, yakni minimal 2x keberangkatan ibadah haji di mana posisi Desember 2022 adalah sebesar 2,22 x BPIH (biaya penyelenggaraan ibadah haji).
Melihat rasio keuangan haji saat ini, Anggota Badan Pelaksana BPKH Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Acep Riana Jayaprawira menyampaikan keuangan haji saat ini pada kondisi yang sehat dan siap mendukung pelaksanaan haji 1444 H/2023 M.
“Sampai saat ini tingkat likuiditas dan solvabilitas dari keuangan haji sangat aman sehingga diharapkan ke depannya insyaallah kami akan bisa terus berkontribusi dalam penyelenggaraan ibadah haji bagi calon jamaah haji di tahun yang berjalan,” tutur dia.
Namun, mengenai kewenangan, menurut Acep, pihaknya hanya menyiapkan dana serta mengoptimalkannya dan mengikuti aturan dari pemerintah dan Komisi VIII DPR RI.