Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan operator terminal PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) menargetkan arus peti kemas sepanjang 2023 mencapai 11,53 juta twenty foot equivalent unit (TEUs).
Corporate Secretary PT Pelindo Terminal Petikemas Widyaswendra memaparkan jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan capaian perusahaan sepanjang 2022 sebanyak 11,16 juta TEUs. Adapun, arus peti kemas pada 2021 tercatat sebanyak 11,04 juta TEUs.
“Prediksi kami pada 2022 akan ada kenaikan sekitar 5-7 persen dari 2021. Namun realisasinya naik sekitar 1,08 persen. Untuk tahun ini target kami kurang lebih sebanyak 11,53 juta TEUs,” katanya dikutip pada keterangan resmi perusahaan, Senin (16/1/2023).
Widyaswendra menyebutkan transformasi operasional terminal peti kemas (TPK) masih menjadi program utama perseroan pada 2023. Sejumlah terminal peti kemas akan dipoles untuk meningkatkan produktivitas yang diharapkan dapat mengurangi waktu singgah kapal (port stay).
Terminal peti kemas dimaksud meliputi TPK Jayapura, TPK Pantoloan, TPK Kupang, TPK Tarakan, TPK Kendari, dan TPK Bitung.
Program lain yang akan dijalankan oleh SPTP yakni digitalisasi dan sistemasi operasi terminal peti kemas, optimalisasi aset, pengembangan pelabuhan melalui mitra strategis, dan beberapa program kerja lainnya.
Baca Juga
Sementara itu, Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menyebutkan upaya kontainerisasi muatan dapat menjadi salah satu upaya SPTP untuk meningkatkan pertumbuhan arus peti kemas.
Tak hanya itu, SPTP perlu melakukan pembenahan di sejumlah pelabuhan yang ada di wilayah timur Indonesia agar mampu digunakan untuk kegiatan peti kemas dan mendukung upaya kontainerisasi.
“Potensi muatan peti kemas di wilayah timur Indonesia masih cukup tinggi, utamanya berkaitan dengan hasil tangkapan laut atau perikanan, namun kita juga perlu perhatikan apakah pelabuhan yang ada di daerah sudah dapat mendukung bongkar muat peti kemas ataupun fasilitas berpendingin,” kata Siswanto.
Di sisi lain, upaya untuk meningkatkan arus peti kemas luar negeri dapat dilakukan dengan penyediaan terminal yang berfungsi sebagai transshipment hub. Meski demikian, Siswanto menilai kajian yang menyeluruh bersama semua pihak termasuk pemerintah masih perlu dilakukan.
Siswanto menambahkan keberadaan ekosistem yang kuat, meliputi kemudahan bunker, lokasi berlabuh, sistem keuangan serta pembayaran, pemanduan dan penundaan kapal, dan hal lainnya sangat dibutuhkan dalam mewujudkan transhipment hub internasional yang dimimpikan.
“Pertarungan di sektor tersebut akan sangat berat, kita ketahui ada negara tetangga yang sudah menguasai pasar, sehingga kita perlu memperkuat diri terlebih dahulu untuk siap bersaing langsung dengan mereka di selat Malaka,” ungkapnya.
Siswanto menambahkan, kinerja SPTP akan semakin optimal bila konsolidasi TPK Koja dan Jakarta International Container Terminal (JICT). Pasalnya, terminal tersebut, khususnya JICT, merupakan terminal terbesar dan tersibuk di Indonesia.
“Dari sisi kinerja, tentulah hal tersebut akan makin mengangkat bobot perusahaan SPTP. Dan ini penting sebagai modal masuk ke padar modal kelak,” ujarnya.