Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Resesi Global, Sri Mulyani: Indonesia Harus Optimistis, tapi Waspada!

Ini pesan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk masyakarat Indonesia saat ancaman resesi global mengantui.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan kata sambutan di acara CEO Banking Forum, Senin (9/1/2023). Dok Youtube Ikatan Bankir Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan kata sambutan di acara CEO Banking Forum, Senin (9/1/2023). Dok Youtube Ikatan Bankir Indonesia.

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia akan menapaki 2023 dengan optimistis, tetapi waspada. Hal ini mengingat proyeksi perlambatan ekonomi global bahkan resesi yang melanda 43 persen negara di dunia.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa menurut instruksi Presiden Joko Widodo, Indonesia harus optimistis sekaligus waspada dalam menghadapi tantangan ekonomi global pada tahun ini.

Langkah itu selaras dengan proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan ekonomi global tumbuh melambat menjadi 2,7 persen pada tahun ini. Angka pertumbuhan itu mencerminkan sepertiga ekonomi dunia akan menghadapi technical recession

“Instruksi Presiden kita harus optimistis tetapi waspada. Optimistis karena pencapaian kita luar biasa pada 2022 dan waspada karena tahun 2023 sepertiga dari dunia atau 43 persen negara akan mengalami resesi menurut proyeksi IMF,” ujar Sri Mulyani, Senin (16/1/2023).

Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan sederet alokasi belanja strategis untuk menangkal guncangan ekonomi global pada tahun ini, antara lain, belanja pangan senilai Rp104,2 triliun, perlindungan sosial Rp476 triliun, dan sektor energi Rp341 triliun.

“Ini untuk melindungi masyarakat kita dari guncangan [ekonomi],” pungkasnya.

Merujuk Laporan Risiko Global 2023 yang dirilis World Economic Forum (WEF), negara-negara berkembang akan menghadapi tekanan ekonomi dan trade off lebih lanjut pada 2023.

WEF menyatakan bahwa tingginya inflasi akan meningkatkan kemungkinan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang berjalan stagnan, likuiditas terguncang, dan kesulitan utang dalam skala global.

Selain itu, para importir energi akan menanggung beban harga yang lebih tinggi akibat menguatnya dolar Amerika Serikat (AS). WEF menyimpulkan bahwa berlanjutnya hal tersebut akan menyebabkan inflasi impor di seluruh dunia.

Aliran modal global selama dekade terakhir turut meningkatkan paparan pasar negara berkembang terhadap kenaikan suku bunga, terutama yang memiliki proporsi utang berdenominasi USD yang tinggi, seperti Argentina, Kolombia, dan Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper