Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan bahwa sepertiga ekonomi dunia atau sebanyak 43 persen negara akan mengalami resesi. Hal ini merujuk pada proyeksi terbaru Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).
"Oleh karena itu, kita harus menjaga momentum pemulihan," ujarnya dalam konferensi pers seusai Sidang Kabinet Paripurna terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/1/2022).
Sri Mulyani menyampaikan bahwa menurut instruksi Presiden Joko Widodo, Indonesia harus optimistis sekaligus waspada dalam menghadapi tantangan ekonomi global pada tahun ini.
Sebelumnya, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva memperingatkan bahwa ekonomi global menghadapi tahun yang sulit pada 2023, bahkan lebih keras dari tahun sebelumnya akibat ancaman resesi.
“Kami perkirakan sepertiga ekonomi dunia akan mengalami resesi,” kata Georgieva dalam acara 'Face the Nation' di CBS seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (2/1/2023).
IMF telah memperingatkan pada bulan Oktober bahwa lebih dari sepertiga ekonomi global akan berkontraksi dan ada peluang 25 persen dari PDB global tumbuh kurang dari 2 persen pada tahun 2023. Mengacu pada kondisi tersebut, lanjutnya, IMF telah mendefinisikan situasi di sebagian kawasan sebagai resesi global.
Merujuk Laporan Risiko Global 2023 yang dirilis World Economic Forum (WEF), negara-negara berkembang akan menghadapi tekanan ekonomi dan trade off lebih lanjut pada 2023.
WEF menyatakan bahwa tingginya inflasi akan meningkatkan kemungkinan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang berjalan stagnan, likuiditas terguncang, dan kesulitan utang dalam skala global.
Selain itu, para importir energi akan menanggung beban harga yang lebih tinggi akibat menguatnya dolar Amerika Serikat (AS). WEF menyimpulkan bahwa berlanjutnya hal tersebut akan menyebabkan inflasi impor di seluruh dunia.
“Aliran modal global selama dekade terakhir telah meningkatkan paparan pasar negara berkembang terhadap kenaikan suku bunga, terutama yang memiliki proporsi utang berdenominasi USD yang tinggi, seperti Argentina, Kolombia, dan Indonesia,” tulis laporan WEF.
IMF dalam proyeksi terbarunya menyebutkan bahwa inflasi global akan menurun, dari hampir 9 persen pada 2022 menjadi 6,5 persen pada 2023, dan 4,1 persen pada 2024. Adapun disinflasi akan lebih tajam di negara-negara maju.
Meski demikian, WEF menyebutkan bahwa tekanan harga secara menerus berpotensi menyebabkan suku bunga naik lebih tinggi guna menghindari de-anchoring atau guncangan harga jangka pendek, yang mampu mengubah ekspektasi jangka panjang.
Kenaikan suku bunga bunga secara cepat akan membuat konsekuensi yang tidak diinginkan dan meningkatan error dalam pengambilan kebijakan. Hal ini dapat mengarah pada penurunan ekonomi secara lebih dalam, sehingga meningkatkan potensi resesi global.
Dari perspektif lain, jika ekonomi relatif terkendali, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan tetap melambat menjadi 2,7 persen pada 2023. Angka ini mencerminkan sepertiga ekonomi dunia bakal menghadapi technical recession.