Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beban PLN Tembus Rp94,22 Triliun, Ini Biang Keroknya

PLN mencatat beban pembelian listrik dari pembangkit swasta hingga kuartal III/2022 berada di angka Rp94,22 triliun.
Kantor pusat PLN./Istimewa
Kantor pusat PLN./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN melaporkan beban pembelian listrik dari pembangkit swasta hingga kuartal III/2022 berada di angka Rp94,22 triliun.

Beban pembelian listrik itu mengalami kenaikan signifikan 22,58 persen jika dibandingkan dengan pembelian listrik pada periode yang sama 2021 di posisi Rp76,86 triliun.

Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN Gregorius Adi Trianto menerangkan peningkatan beban yang signifikan itu disebabkan karena beroperasinya dua pembangkit baru dari pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) pada periode tersebut.

“Peningkatan pembelian tenaga listrik kuartal III/2022 disebabkan oleh beroperasinya pembangkit IPP baru, yaitu PLTU Jawa 4 [2x1.000 megawatt] dan PLTU Jateng [2x1.000 megawatt],” kata Greg saat dihubungi, Minggu (15/1/2023).

Hanya saja, pertumbuhan pembelian tenaga listrik itu tidak ikut diimbangi dengan penjualan listrik yang relatif bergerak moderat pada periode yang sama.

PLN mencatatkan penjualan listrik sebesar Rp231,04 triliun sepanjang Januari hingga September 2022 atau hanya naik 8,57 persen jika dibandingkan dengan pencatatan pada periode yang sama tahun sebelumnya di angka Rp212,8 triliun.

Kendati demikian, Greg mengatakan, perseroan terus berupaya meningkatkan tren penjualan lewat sejumlah program intensifikasi dan ekstensifikasi kepada konsumen. Misalkan, dia mencontohkan, program sambung baru, promo tambah daya, akuisisi captive power serta penawaran daya setrum bagi industri.

“Selain itu saat ini PLN juga terus meningkatkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dengan menyiapkan infrastruktur pendukung Stasiun Penyedia Kendaraan Listrik Umum [SPKLU],” kata dia.

PLN memproyeksikan pertumbuhan konsumsi listrik sampai dengan 2030 dalam skenario optimis dapat mencapai rata-rata 5,4 persen. Asumsi ini lebih tinggi dibandingkan asumsi dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang sebesar 4,4-4,7 persen.

Dalam proyeksi moderat, perusahaan setrum pelat merah itu memproyeksikan rata-rata pertumbuhan permintaan listrik sampai dengan 2030 berada di kisaran paling rendah 4,91 persen.

Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti kenaikkan beban pembelian listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dari pembangkit swasta yang meningkat drastis selama satu tahun terakhir.

Kenaikan beban itu terbilang eksesif yang ikut mengoreksi arus kas perusahaan setrum pelat merah itu dalam jangka panjang.

“Itu indikasi bahwa pembelian tenaga listrik terlalu eksesif, melampaui kecepatan penjualan listrik yang relatif sudah bagus 8,6 persen, di atas pertumbuhan ekonomi,” kata Abra saat dihubungi, Minggu (15/1/2023).

Apalagi, Abra menambahkan, lembaganya memproyeksikan beban kelebihan pasokan atau oversupply listrik perusahaan setrum pelat merah itu menyentuh di angka Rp21 triliun sepanjang 2022.

Beban oversupply itu mengambil porsi 51 persen dari dana kompensasi yang disalurkan pemerintah untuk perusahaan setrum pelat merah itu sebesar Rp41 triliun sepanjang tahun lalu.

Hitung-hitungan itu berasal dari catatan kelebihan daya pasok listrik pada 2022 yang berada di kisaran 6 gigawatt (GW) hingga 7 GW. Asumsinya, setiap 1 GW memerlukan biaya produksi Rp3 triliun.

“Pemborosan yang timbul akibat oversupply 7 GW itu kurang lebih Rp21 triliun per tahun,” kata dia.

Mengutip laporan keuangan kuartal III/2022 milik perseroan, sampai dengan 30 Juni 2022 PLN telah menandatangani 37 kontrak engineering, procurement, construction (EPC) meliputi 10 pembangkit dengan kapasitas 7.490 MW di Jawa-Bali dan 27 pembangkit dengan kapasitas 2.489 MW di luar Jawa-Bali.

Adapun, PLN telah membayar uang muka sebesar US$876.217.780 dan Rp4.790.016 untuk 35 kontrak EPC yang dicatat sebagai aset dalam pembangunan. Uang muka itu didanai dari hasil penerbitan obligasi terjamin dan penarikan fasilitas kredit program percepatan. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper