Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perhapi Minta PLN Cermati Soal Investasi Pembangkit di Smelter

Perhapi menilai rencana PLN investasi pembangkit di kawasan smelter perlu diperhitungkan secara cermat.
Kantor pusat PLN./Istimewa
Kantor pusat PLN./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN diimbau untuk memperhitungkan secara cermat rencana investasi pembangunan pembangkit yang terhubung dengan kawasan smelter.

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menuturkan alokasi investasi untuk pembangkit yang relatif besar disertai dengan pembangunan jaringan distribusi dan distribusinya kerap kali menghabiskan waktu sekitar 3 tahun. 

Dia mengatakan perlu sinkronisasi rencana pembangunan smelter dengan pembangkit untuk mengoptimalkan realisasi investasi tersebut. 

“Jangan sampai kejadian di beberapa proyek terulang kembali, di mana pabrik pengolahan telah selesai dibangun, tetapi justru listrik dari PT PLN yang belum tersedia,” kata Rizal saat dihubungi, Kamis (12/1/2023). 

Berdasarkan hitung-hitungan Perhapi, nilai investasi atau capital expenditure (capex) dari pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dibangun PLN dapat mencapai di angka US$1,2 juta hingga US$1,4 juta dolar per megawatt (MW). 

Artinya, untuk menyediakan listrik dengan PLTU berkapasitas 1 gigawatt (GW), dana yang dibutuhkan PLN dapat mencapai US$1,2 miliar hingga US$1,4 miliar atau sekitar Rp17 triliun hingga Rp20 triliun. 

“Satu pabrik dengan kapasitas produksi feronikel sebesar 20.000 ton per tahun, membutuhkan energi listrik sekitar 150 MW sampai 200 MW. Semakin besar kapasitas produksinya, maka semakin besar pula daya yang dibutuhkan,” kata dia.

Selain itu, dia menambahkan, keandalan pasokan listrik untuk pabrik pengolahan juga krusial untuk diperhatikan. Biasanya, dia menuturkan, smelter beroperasi penuh sepanjang hari dengan konsumsi listrik yang relatif stabil. 

Jika listrik kerap padam tanpa terjadwal, bukan saja akan menyebabkan proses produksi terganggu, juga akan menyebabkan peralatan pabrik lebih rentan mengalami kerusakan,” tuturnya. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan perseroannya tengah menghitung ulang potensi penambahan daya terpasang pembangkit untuk mengimbangi komitmen investasi dan listrik dari perusahaan pengolahan mineral mendatang. 

Peningkatan investasi serta komitmen permintaan itu berasal dari kebijakan moratorium ekspor mineral tambang yang dibarengi dengan kewajiban industri untuk melakukan pengolahan bahan baku di dalam negeri.

Konsekuensinya, investasi yang masuk untuk smelter saat ini melampaui prediksi penyediaan listrik perusahaan setrum pelat merah tersebut. 

“Membuat investasi pengolahan nikel itu tumbuh luar biasa, di sini ada namanya additional demand di luar prediksi dari rencana usaha penyediaan tenaga listrik,” kata Darmawan dalam Indonesia Economic Outlook 2023 seperti dilihat dari Kanal Youtube PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), Selasa (20/12/2022). 

Kendati demikian, Darmawan menggarisbawahi, hitung-hitungan penambahan daya terpasang itu bakal dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Alasannya, perhitungan yang meleset dengan realisasi investasi smelter justru bakal memperlebar kondisi kelebihan pasokan atau oversupply listrik tahun ini. 

Berdasarkan skenario yang disusun PLN, 155 potensi konsumen tegangan tinggi (KTT) bakal membutuhkan daya listrik hingga 28 gigawatt (GW) yang masuk pada kategori high risk. Sementara, kategori high medium diidentifikasikan dengan 110 KTT dengan potensi permintaan 18 GW. 

Di sisi lain, kategori medium risk diproyeksikan berasal dari 59 KTT dengan kapasitas tambahan terpasang mencapai 8 GW. Adapun, PLN menetapkan kategori low risk dengan asumsi 18 KTT yang membutuhkan daya di angka 1,7 GW. 

“Tetapi apakah ini semua akan masuk? Ada banyak sekali yang daftar nanti ternyata investasinya tidak terealisasi, kalau ini kami penuhi semua, kami bangun pembangkit berdasarkan ini, gardu induk, transmisi tetapi tidak datang asetnya jadi stranded,” kata dia. 

Berdasarkan data pertumbuhan penjualan listrik PLN, Regional Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa tenggara mencatatkan pertumbuhan tertinggi mencapai 9,66 persen sepanjang Januari hingga November 2022. 

Pertumbuhan penjualan listrik itu melampaui pencatatan yang dilaporkan regional Sumatera Kalimantan dan Jawa Madura Bali dengan torehan masing-masing di angka 6,68 persen dan 6,16 persen pada periode yang sama. 

Adapun secara nasional, realisasi penjualan listrik sudah mencapai 247.706 GWh sepanjang Januari hingga November 2022. Penjualan setrum PLN itu mengalami pertumbuhan mencapai 6,52 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper