Bisnis.com, JAKARTA - Komitmen Presiden Joko Widodo mewujudkan kedaulatan sumber daya alam mendapat apresiasi publik dan berharap dapat diimplementasikan secara konsisten melalui kebijakan pengelolaan sumberdaya alam ekstraktif termasuk sumberdaya ikan.
Transformasi pengelolaan sumber daya ikan dari berorientasi ekspor bahan mentah komoditas ikan beralih pada ekspor komoditas olahan ikan dapat meningkatkan pendapatan nasional serta mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Ikan sebagai sumber daya dan komoditas pangan strategis perlu mendapat perhatian dengan menerapkan pola pengelolaan usaha penangkapan ikan terpadu. Usaha penangkapan ikan skala menengah dan besar perlu diarahkan dengan berbagai strategi, kerja sama, insentif, dan kepastian hukum untuk membangun industri pengolahan ikan di dalam negeri.
Mengingat struktur industri pengolahan ikan nasional masih timpang, 99% merupakan industri skala mikro, kecil dan menengah, Indonesia perlu menumbuhkan lebih banyak industri perikanan terintegrasi di bidang penangkapan, budi daya dan pengolahan ikan yang dapat bersaing dan menguasai pasar seafood dunia.
Kebijakan penangkapan ikan terpadu meliputi penangkapan, pengangkutan, dan pengolahan pernah diterapkan pada saat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dipimpin oleh Sharif C. Sutardjo hingga Susi Pudjiastuti, tetapi dalam implementasinya menghadapi tantangan yaitu kuatnya pragmatisme dan rasionalitas pelaku usaha perikanan.
Pelaku usaha perikanan dalam memanfaatkan arus perdagangan ikan global yang kompetitif cenderung menghindari risiko mengembangkan industri pengolahan ikan dan lebih memilih mengambil peluang ekspor ikan dalam bentuk bahan baku untuk industri seafood negara maju.
Baca Juga
Keharusan bagi usaha penangkapan ikan dengan kapal ikan diatas 30 GT hingga 2.000 GT mengembangkan usaha terpadu yaitu penangkapan, pengangkutan dan pengolahan ikan (UPI) sebagaimana tertuang pada peraturan menteri kelautan dan perikanan (PermenKP) Nomor 30/2012 belum berjalan efektif. Ketentuan tersebut justru direvisi dan dihapus pada PermenKP Nomor 58/2020 tentang Usaha Perikanan Tangkap.
Meskipun demikian, melalui penerapan PP No. 27/2021 diharapkan bidang penangkapan ikan dapat dikembangkan secara terintegrasi, dengan kewajiban pada usaha penangkapan ikan skala menengah dan besar untuk mendaratkan hasil tangkapan ikan di pelabuhan perikanan, dan memasarkannya ke pasar domestik melalui mekanisme pelelangan ikan.
Kewajiban melaksanakan pelelangan ikan pada usaha penangkapan ikan skala menengah dan besar diharapkan dapat membangun lumbung ikan nasional serta menjamin ketersediaan bahan baku ikan untuk percepatan pembangunan industri pengolahan ikan nasional sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 3/2017. Hal tersebut tentu diperlukan modernisasi pelabuhan perikanan.
DEREGULASI PASAR IKAN
Selama ini pelelangan ikan di Tanah Air belum tertangani dan dilaksanakan dengan baik. Penyelenggaraan pelelangan ikan diserahkan pada pemerintah daerah, sementara pemerintah pusat dalam hal ini KKP tidak memikul tanggung jawab menjalankan kegiatan pelelangan ikan.
Padahal pelabuhan perikanan tipe besar yaitu kelas A dan B dikelola oleh pusat melalui unit pengelola teknis (UPT) yang dibentuk di daerah. Seharusnya, pusat pun turut serta melaksanakan kegiatan pelelangan ikan melalui UPT-nya di daerah agar menjadi benchmark bagi pelabuhan perikanan daerah agar penyelenggaraan pelelangan ikan menjadi baik, modern, dan profesional.
Untuk menjamin pelaksanaan penghiliran dan penguatan daya saing secara berkelanjutan, pemerintah perlu mereformasi tata niaga komoditas ikan melalui deregulasi usaha di bidang budi daya; penangkapan; pengolahan; sistem logistik ikan meliputi pendaratan, pengangkutan/transportasi, dan penyimpanan; serta perdagangan ikan.
Deregulasi tata niaga komoditas ikan ini sangat penting untuk membangkitkan dan menggerakkan pasar ikan domestik dan mendorong percepatan pembangunan industri perikanan nasional.
Agenda penting dalam percepatan pembangunan industri perikanan nasional adalah pengendalian pengeluaran bahan baku utuh segar dan beku komoditas ikan ke luar wilayah NKRI melalui kebijakan pasar lelang ikan.
Ada empat kelompok spesies ikan yang memiliki nilai ekonomi paling tinggi di pasar global yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam pengendalian tata niaga melalui mekanisme lelang ikan yaitu tuna dan cakalang; cumi-cumi dan gurita; udang; serta lobster, kepiting dan rajungan.
Pengaturan dan penerapan pasar lelang ikan segar dan beku diperlukan untuk menjamin dan memastikan ketersediaan bahan baku industri pengolahan ikan nasional, serta melindungi nelayan dari permainan harga ikan oleh tengkulak yang merugikan.
Melalui pengaturan tersebut diharapkan terbangun pasar ikan modern yang dapat memperkuat pasar domestik dan juga meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. Pada RPJMN 2020--2024 pembangunan pasar ikan modern dan pelabuhan perikanan terintegrasi bertaraf internasional merupakan program prioritas nasional yang perlu segera diwujudkan.
Dengan pasar lelang ikan, transaksi perdagangan ikan segar dan beku seperti tuna dan cakalang, udang, cumi-cumi dan gurita, serta lobster, kepiting dan rajungan berpusat di pasar-pasar ikan modern sehingga dapat menarik investor dari dalam dan luar negeri untuk membangun industri pengolahan ikan di dalam negeri. Harapannya, pasar ikan domestik menjadi lebih kompetitif, mendatangkan nilai tambah, dan memutus ketergantungan pada pasar ikan global yang cenderung bersifat kartel.