Bisnis.com, JAKARTA- Mal Blok M adalah salah satu pusat perbelanjaan legendaris di Jakarta yang dibuka pada 3 Oktober 1992 dan diresmikan langsung oleh Gubernur DKI saat itu, Wiyogo Atmodarminto. Mal itu pernah mengalami masa kejayaan sebagai pusat perbelanjaan "gaul" dan bergengsi.
Puat perbelanjaan di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu dikelola oleh anak usaha dari PT Indonesia Prima Property Tbk. (OMRE), PY Langgeng Ayomlestari. Mal Blok M terbilang unik karena letaknya yang berada tepat di bawah terminal bus Blok M yang dipadukan dengan taman kota.
Dikutip dari laman resmi PT Indonesia Prima Property, mal yang berada di sentra bisnis Jakarta Selatan itu memiliki luas lahan 3,5 hektar dan dibangun berdasarkan program kerjasama BOT (Build Operate Transfer) dengan Pemda DKI Jakarta.
Mal ini terdiri dari 2 lantai basement yang dibangun dalam waktu dua tahun yakni Desember 1990 hingga September 1992 oleh arsitek Arkonin dan Accasia. Adapun, biaya pembangunannya menembus Rp80 miliar pada 1992.
Mulanya, ide mal ini cukup sederhana, Pemda DKI Jakarta ingin melakukan penataan ulang di terminal sekaligus membuat pusat pertokoan di bawahnya sebagai tempat relokasi para pedagang kaki lima di kawasan tersebut.
Pada tahun 1995, Mal Blok M mulai menikmati masa kejayaannya yang menjadi lokasi tongkrongan paling populer di kalangan anak muda. Terminal itu dilingkupi berbagai distro pakaian, alat musik, elektronik dan lainnya. Pengelola juga menghadirkan Ramayana Department Store dan Robinson Supermarket.
Baca Juga
Masa kejayaannya terus berlanjut hingga 20 tahun kemudian. Apalagi, pada tahun 2005 fasilitas di terminal Blok M semakin lengkap dengan mulai dioperasikannya Bus Transjakarta oleh Pemda DKI Jakarta, di mana Terminal Blok M merupakan tujuan awal dan akhir dari rute Bus Transjakarta koridor I (Blok M – Kota).
Tak hanya itu, keberadan bus kopaja dan metromini juga menambah akses transportasi ke Blok M. Tidak kurang dari 150.000 penumpang per hari menggunakan fasilitas bus di Terminal Blok M dan sebagian besar penumpang mengunjungi Mal yang unik ini setiap harinya.
Meski sempat berjaya hingga kurang lebih dua dekade, Mal Blok M harus menerima nasib dengan pergeseran tren pusat perbelanjaan dan kehadiran pesaing yang cukup besar di kawasan yang sama. Hal ini berdampak pada tingkat kunjungan sekaligus berimplikasi pada omzet yang didapatkan para tenan.
Mal Blok M mulai terlihat sepi sejak tahun 2017 dengan keluarnya tenan besar seperti Ramayana dan Robinson. Eksistensinya masih bertahan karena lahan bawah tanah itu difungsikan untuk bursa mobil bekas, onderdil, aksesoris dan spare parts otomotif.
Namun, kehadiran pandemi Covid-19 secara telak membuat minat pengunjung surut. Alhasil, tak sedikit tenan atau penyewa yang angkat kaki. Predikat sebagai mal bawah tanah pertama di Indonesia pun tak sanggup mengembalikan kejayaan.
Berdasarkan pantauan Bisnis, Minggu (8/1/2023) lalu hanya ada kurang dari 8 gerai yang buka dari puluhan deretan kios di mal tersebut. Tidak hanya penjual baju dan makanan saja yang membuka gerai di mal tersebut. Di lantai bawah pun terdapat bursa mobil bekas yang masih dipenuhi berbagai jenis mobil seken.
Namun, hanya sedikit pengujung yang mendatangi lokasi tersebut. Sebagian penyewa mengatakan masih ingin bertahan karena tarif sewa yang masih terjangkau dan ada kalanya momen ramai di mana pengunjung berburu baju murah, meski tak seramai dahulu.
Dari kondisi tersebut, salah satu penyewa yakni Rudi (45) menyadari adanya pergeseran tren digitalisasi yang terjadi di kalangan penjual. Dari pedagang maupun pembeli kini lebih memiliki menggunakan platform online untuk bertransaksi.