Bisnis.com, JAKARTA – Laju inflasi RI pada 2023 diproyeksi akan memuncak pada periode Maret hingga April sejalan dengan adanya momen Ramadan dan Idulfitri.
Hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa tekanan inflasi akan menurun pada periode Februari dan Mei 2022.
Hal ini tercermin dari Indeks Ekspektasi Harga Umum pada Februari dan Mei 2023 yang tercatat masing-masing sebesar 134,6 dan 140,2, turun dari 138,0 dan 140,8 pada bulan sebelumnya.
“Responden menginformasikan penurunan harga karena stok barang yang mencukupi,” tulis BI dalam laporannya yang dikutip Bisnis, Kamis (12/1/2023).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan bahwa jika dilihat secara historis, pola laju inflasi memang akan mengalami penurunan setelah momentum tahun baru dan Idulfitri.
“Setiap tahun tahun setelah tahun baru dan Idulfitri, inflasi selalu turun, jadi inflasi tertinggi setiap tahun biasa terjadi pada momen-momen Natal dan Tahun baru pada Desember-Januari, serta pada momen Ramadan dan Idulfitri,” katanya kepada Bisnis, Kamis (12/1/2023).
Baca Juga
Faisal memperkirakan, laju inflasi tertinggi akan terjadi pada periode Maret dan April dikarenakan adanya momentum Ramadan dan Idulfitri.
Pada Januari 2022, tingkat inflasi diperkirakan mencapai 0,5 persen secara bulanan (month-to-month/mtm), melandai dari tingkat inflasi pada Desember 2022 yang mencapai 0,66 persen mtm.
“Inflasi pada Desember 2022 kan relatif tinggi di 0,66 persen, kami perkirakan turun ke 0,5 persen pada Januari 2023. Laju inflasi paling rendah di Februari dan akan meningkat lagi di Maret, sehingga inflasi paling tinggi di April,” jelasnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Andry Asmoro mengatakan bahwa tingkat inflasi diperkirakan melandai namun tetap tinggi di atas target Bank Indonesia 2–4 persen, setidaknya hingga semester pertama 2023.
Laju inflasi secara tahunan yang masih tinggi terutama dipengaruhi oleh low base effect pada semester I/2022, juga sebagai dampak putaran kedua dari kenaikan harga BBM bersubsidi pada barang dan jasa lainnya.
“Inflasi diperkirakan berkisar antara 4 hingga 6 persen secara tahunan pada semester pertama 2023, sebelum melemah menuju kisaran target pada semester kedua 2023,” katanya.
Andry memperkirakan, tekanan harga energi global cenderung mereda pada 2023 seiring dengan harga komoditas global yang diprediksi menurun seiring dengan meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global.
Kondisi ini meningkatkan kemungkinan tidak adanya kenaikan harga bahan bakar atau energi lebih lanjut di pasar domestik. Maka, menurut Andry, dengan asumsi tidak ada kenaikan harga bahan bakar atau energi, inflasi harga yang diatur pemerintah akan turun secara signifikan pada semester II/2023.
Dia berpendapat, pemerintah perlu melanjutkan operasi pasar dan koordinasi yang solid antar regulator dalam menjaga harga pangan dan pasokan untuk mengendalikan inflasi harga yang bergejolak, terutama pada harga beras, komoditas pangan dengan pangsa inflasi tertinggi, yang cenderung meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
Secara keseluruhan, Andry memperkirakan tingkat inflasi dapat mencapai level 3,60 persen hingga akhir 2023.