Bisnis.com, JAKARTA - Bank sentral dunia memilih tak akan menyerah dalam pertarungan melawan inflasi di tengah memuncaknya suku bunga.
Berdasarkan perhitungan Bloomberg Economics, acuan suku bunga global akan memuncak hingga 6 persen pada kuartal III/2023 dan akan menjadi 5,8 persen pada akhir 2023. Angka itu akan menjadi yang tertinggi sejak 2001 dan naik dari 5,2 persen pada awal tahun ini.
Dari 21 yurisdiksi lain yang dipantau oleh Bloomberg, 10 di antaranya diperkirakan akan menaikkan suku bunga, sembilan diproyeksikan akan memangkas, dan dua lainnya akan menahan.
Federal Reserve dan European Central Bank (ECB) diyakini akan tetap melanjutkan kenaikan suku bunganya. Kendati mayoritas bank sentral dunia memilih untuk menjaga pengetatan moneter, Bank of Japan dan People's Bank of China (PBOC) masih bersikeras menurunkan suku bunga. Hal yang sama juga akan diikuti oleh Kanada, Rusia, dan Brasil.
Keputusan kebijakan moneter bakal makin sulit seiring dengan pergerakan ke arah restriktif dan menurunnya permintaan dapat memicu risiko resesi. Itulah kekhawatiran para trader obligasi yang makin skeptis terhadap kemampuan bank sentral untuk terus menaikkan suku bunga dan bertahan.
"Pada 2022, dengan inflasi yang tinggi dan terus meningkat, hanya ada satu cara bagi bank sentral untuk [meredamnya] dan kesalahan bagi investor adalah tidak memperhitungkannya. Pada 2023, dengan inflasi yang tinggi tetapi menurun dan resesi muncul, penyeimbangan dimulai," seperti ditulis oleh analis Bloomberg Economics, melansir Bloomberg pada Senin (9/1/2023).
Gubernur Jerome Powell dan koleganya sedang di jalur untuk memperluas siklus pengetatan sejak 1980 pada tahun ini. Namun, The Fed diprediksi akan mencapai level puncak sebesar 5,1 persen pada tahun ini dengan tidak adanya pemangkasan sebelum tahun 2024 sebagai langkah untuk meredam inflasi.
Dengan inflasi yang diperkirakan akan tetap berada di sekitar level tinggi 3 persen pada 2023, The Fed kemungkinan akan mempertahankan suku bunga pada level puncak tersebut sepanjang tahun untuk mempertahankan suku bunga riil di atas wilayah yang terbatas, bahkan saat resesi ringan kemungkinan akan berkembang pada akhir 2023.
"Kami memperkirakan kekhawatiran inflasi akan terus membuat The Fed menaikkan suku bunga sampai batas atas mencapai 5 persen pada akhir kuartal pertama," ujar analis Bloomberg Economics Anna Wong.
Adapun European Central Bank (ECB) berencana untuk terus menaikkan suku bunga secara signifikan dengan laju yang stabil pada tahun ini. Mereka juga telah memperingatkan dua kali kenaikan sebesar 50 basis poin pada kuartal pertama untuk merebut kembali kendali atas inflasi.
Hal itu didasari atas tekanan harga akan tetap di atas target 2 persen hingga akhir 2025 meskipun sudah ada pengetatan 250 basis poin sejak Juli 2022.
Lonjakan biaya energi yang dipicu oleh perang di Ukraina telah membuat ECB terjepit di antara melonjaknya inflasi dan melemahnya ekonomi, tetapi pendekatan hawkish memegang kendali.
"Kami memperkirakan suku bunga kebijakan utama akan dinaikkan sebesar 50 basis poin pada bulan Februari dan hanya suku bunga deposito yang akan dinaikkan sebesar 25 basis poin pada bulan Maret, dengan risiko condong ke arah pengetatan lebih lanjut," ujarnya.
Sementara itu, PBOC memberi sinyal stimulus moneter pada tahun ini akan setara pada tahun lalu. Mereka menghadapi kesempatan potensial untuk memangkas suku bunga pada kuartal pertama karena infeksi Covid yang melonjak telah mengekang aktivitas konsumen dan bisnis.
“Untuk PBOC, ketegangan utama adalah antara mendukung ekonomi melalui pembukaan kembali Covid dan kemerosotan properti, dan menghindari penurunan yuan yang merusak," tulis analis Bloomberg Economics David Qu.
Ketika kolega bank sentral di G7 melanjutkan pengetatan moneter, Bank of Canada memilih untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga seiring dengan masuknya resesi pada paruh pertama tahun 2023 setelah pemangkasan suku bunga pada akhir tahun ini.
Permasalahannya, inflasi inti masih tinggi, pasar tenaga kerja masih membara, dan target pertumbuhan ekonomi menjadi risiko lanjutan untuk pengetatan pada jangka waktu pendek.
Ekonom Bloomberg Economics Alexander Isaskov menyakini Bank of Russia akan menjaga suku bunga tetap 7,5 persen pada Februari seiring dengan meningkatnya mobilisasi militer dan meningkatnya belanja publik. "Namun, Bank of Russia harus menaikkan 50 basis poin pada bulan Maret jika pemerintah mundur dari komitmennya terhadap pembekuan anggaran pengeluaran," tulisnya.