Bisnis.com, JAKARTA — World Bank atau Bank Dunia memperkirakan bahwa tekanan ekonomi atau resesi dan konflik geopolitik dapat meningkatkan risiko perubahan iklim. Dampaknya akan terasa baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
World Bank menerbitkan laporan Global Economic Prospects pada Januari 2023, yang berisikan proyeksi ekonomi terkini secara global maupun regional. Salah satu sorotan utamanya, Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 dari 3 persen menjadi 1,7 persen.
Poin penting lainnya dari laporan itu adalah World Bank menilai adanya risiko krisis iklim yang semakin memburuk akibat kondisi ekonomi dan konflik geopolitik terkini. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
World Bank berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi yang melambat, inflasi yang tinggi, dan pengetatan kondisi keuangan di tengah tren utang tinggi menjadi kombinasi yang meningkatkan risiko stagflasi. Banyak negara mengalami tekanan fiskal, tekanan keuangan, hingga investasi yang lemah.
Inflasi yang lebih persisten akan mendorong pengetatan moneter yang lebih signifikan, sehingga kenaikan biaya pinjaman global meningkat. Dalam konteks prospek pertumbuhan yang lemah, investor akan tergerak untuk menilai kembali keberlanjutan portofolionya karena beban utang yang besar dan semakin meningkat.
"Hal ini dapat memicu arus modal keluar [capital outlflow] yang besar ke tempat yang aman [menurut investor], itu akan menyebabkan tekanan finansial yang memengaruhi sebagian besar pasar dan negara berkembang," dikutip dari laporan World Bank pada Kamis (12/1/2023).
Baca Juga
Apabila hal itu terjadi, ekonomi global dapat jatuh ke jurang resesi. Kondisi itu diperburuk oleh faktor lainnya, seperti tekanan ekonomi China akibat penyebaran Covid-19, masalah sektor real estat, yang merembet ke perekonomian negara-negara lainnya.
Lalu, ketegangan geopolitik akibat serangan Rusia ke Ukraina pun berisiko mengganggu negara-negara lainnya. Selain masalah kemanusiaan, konflik itu dapat mendisrupsi dan mengganggu rantai pasokan lebih cepat, sehingga membebani sistem keuangan dan mengganggu pasokan komoditas.
"Akhirnya, risiko yang terkait dengan perubahan iklim meningkat, karena perubahan pola cuaca berkontribusi pada peningkatan peristiwa yang mengganggu [kondisi dunia], seperti gelombang panas dan banjir," tertulis dalam laporan Bank Dunia.
World Bank menilai bahwa peningkatan risiko krisis iklim itu akan membebani aktivitas manusia secara substansial dalam jangka pendek. Risikonya lebih serius dalam jangka panjang, karena dapat membuat sejumlah wilayah tidak layak huni, menurunkan produktivitas masyarakat, sehingga memperburuk kemiskinan global.