Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku tak dilibatkan pemerintah dalam perumusan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No.2/2022 tentang Cipta Kerja.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi IX Krisdayanti di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (11/1/2023). Krisdyanti mengatakan meski DPR tak dilibatkan dalam perumusan Perppu Cipta Kerja, tapi tetap menjadi sasaran empuk warga.
Dia menuturkan sejak diterbitkannya Perppu Cipta Kerja, tak sedikit anggota DPR yang menjadi sasaran kemarahan masyarakat.
Anggota DPR Fraksi PDIP itu mengaku kaget dengan diterbitkannya Perppu Cipta Kerja pada akhir Desember lalu. Pasalnya, pada saat itu DPR sedang memasuki fase reses.
“Kita tuh di dapil, belum berhenti reses, di Desember tiba-tiba muncul Perppu. Ini jelas kami juga yang di Komisi IX benar-benar tidak dilibatkan, yang dicari duluan [oleh masyarakat],” kata Krisdayanti kepada awak media, Rabu (11/1/2023).
Oleh karena itu, DPR meminta kepada pemerintah untuk melibatkan para ahli di bidangnya, dalam merumuskan Perppu Cipta Kerja. Hal tersebut dilakukan guna meredam kegaduhan di masyarakat terkait Perppu Cipta Kerja.
“Jadi ini yang kami harapkan agar ada komunikasi yang melibatkan lebih banyak pihak dari ahli sehingga tadi dari pihak internal bu menteri [Menaker Ida Fauziyah] juga mohon sepertinya masih mau ada adjust lagi supaya Perppu ini bisa lebih netral lagi,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto, dalam keterangan pers menuturkan, penerbitan Perppu Cipta kerja bersifat mendesak, mengingat perekonomian Indonesia akan menghadapi ancaman resesi global dan ketidakpastian yang tinggi.
“Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak, pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi, kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, kemudian ancaman stagflasi,” ujar Airlangga.
Alasan lainnya, yakni karena pemerintah harus mengembalikan defisit APBN di bawah 3 persen, dan juga target realisasi investasi sebesar Rp1.400 triliun di 2023. Diterbitkannya Perppu tersebut diharapkan bisa mengisi kepastian hukum.
“Oleh karena itu, ini menjadi penting, kepastian hukum untuk diadakan sehingga tentunya dengan keluarnya Perppu Nomor 2/2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi,” ungkapnya.