Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Sistem No Work No Pay, Kemenaker: Tidak Ada di Indonesia!

Kemenaker mencontohkan apabila seorang pekerja perempuan melaksanakan cuti haid, pemberi kerja tetap wajib memberikan upah. Tidak ada no work no pay.
Annasa Rizki Kamalina
Annasa Rizki Kamalina - Bisnis.com 06 Januari 2023  |  14:17 WIB
Sistem No Work No Pay, Kemenaker: Tidak Ada di Indonesia!
Ilustrasi upah minimum - Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menegaskan bahwa Indonesia tidak mengenal istilah no work no pay (tidak bekerja tidak dibayar) dalam dunia usaha dan ketenagakerjaan.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI JSK) Kemenaker Indah Anggoro Putri menyampaikan tidak ada aturan tersebut yang berlaku di Indonesia.

“Negara ini tidak mengenal istilah no work no pay,” ujarnya dalam Konferensi Pers Perppu No.2/2022 secara daring, Jumat (6/1/2023).

Adapun, bila pemberi usaha menginginkan adanya fleksibilitas jam kerja dan upah, maka terlebih dulu kedua pihak, yaitu pekerja dan pengusaha harus sepakat dan melapor ke Dinas Tenaga Kerja di wilayah masing-masing.

“Kalau pun ada kebijakan atau fleksibiltas jam kerja dan upah harus berdasarkan kesepakatan bipartit antara pengusaha dan pekerja, harus tertulis kesepakatannya dan dicatat dalam dinas tenaga kerja,” jelas Putri.

Pemerintah telah jelas menuangkan aturan tersebut dalam PP No. 36/2021 tentang Pengupahan. Dalam Pasal 40 ayat (2), pemberi kerja tetap wajib membayarkan upah sekalipun pekerja/buruh tidak masuk dan tidak bekerja dengan alasan, seperti sakit, cuti panjang, cuti haid, serta cuti melahirkan.

Sebagai contoh, apabila seorang pekerja perempuan melaksanakan cuti haid, pemberi kerja tetap wajib memberikan upah pada hari di mana pekerja tersebut cuti. Aturan jangka waktu dan pembayaran pun telah diatur dalam beleid tersebut.

Sebelumnya, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusah Indonesia (Apindo) Anton J. Supit mengusulkan kepada Komisi IX DPR untuk mengatur fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay karena adanya penurunan permintaan pesanan dari luar negeri.

Akibatnya, perusahaan harus melakukan efisiensi dan merumahkan pekerja karena tidak ada pekerjaan yang harus dilakukan dengan menurunnya jumlah order.

“Masalah PHK ini menurut kami itu sangat serius, jadi harus antisipasi. Oleh karena itu bisa nggak dipertimbangkan, yaitu harapan kami agar ada satu Permenaker yang mengatur fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay,” kata Anton saat Rapat Kerja Kemenaker bersama Komisi IX DPR, Selasa (8/11/2022).

Di tengah ancaman resesi dan badai PHK, sektor industri padat karya seperti tekstil, garmen, dan alas kaki mulai terpengaruh dengan penurunan permintaan hingga 50 persen.

Beberapa perusahaan pun telah melaporkan adanya PHK. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat dari Januari hingga November 2022, jumlah tenaga kerja ter-PHK di Indonesia sebanyak 12.935 orang.

Sementara jumlah klaim Jaminan Hari Tua (JHT) yang diambil karen PHK hingga November 2022 telah mencapai 919.017 klaim.

“Dengan order menurun 50 persen atau katakanlah 30 persen kita nggak bisa menahan, 1-2 bulan masih oke, tetapi kalau sudah beberapa bulan atau setahun saya kira pilihannya ya memang harus PHK massal,” ujar Anton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

pekerja serikat pekerja upah upah buruh Kemenaker
Editor : Kahfi

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top