Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom mengingatkan pemerintah era Joko Widodo (Jokowi) akan meninggalkan utang yang jumlahnya sangat besar kepada era pemerintahan selanjutnya.
Per November 2022, Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah Indonesia telah mencapai Rp7.554,2 triliun.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini menyampaikan, jika ditambahkan dengan utang BUMN yang diperkirakan mencapai sekitar Rp3.000 triliun, maka total utang pemerintah berpotensi tembus Rp10.000 triliun.
“Ditambah utang BUMN Rp2.000 triliun hingga Rp3.000 triliun, itu belasan triliun utang yang akan diwariskan pada pemimpin yang akan datang,” katanya dalam Diskusi Publik Indef, Kamis (5/1/2023).
Utang pemerintahan era Jokowi pun melonjak sangat signifikan jika dibandingkan dengan perio pada 2014, di mana posisi utang saat itu tercatat sebesar Rp2.608,78 triliun.
Dia mengingatkan, lonjakan utang yang sangat tinggi akan berimplikasi pada pengelolaan keuangan negara atau APBN ke depannya.
Baca Juga
“Implikasinya pada APBN ke depan yang akan habis untuk membayar utang,” katanya.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan menyatakan bahwa utang pemerintah dengan rasio 38,65 persen terhadap PDB pada November 2022 masih dalam batas yang aman dan wajar.
Kinerja utang pemerintah pun menurut disebutkan masih terkendali, yang disertai dengan diversifikasi portofolio yang optimal.
Berdasarkan Buku APBN Kita edisi November 2022, komposisi utang Indonesia tercatat didominasi oleh penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp6.697,83 triliun, dengan rincian SBN domestik sebesar Rp5.297,81 triliun dan SBN valas sebesar Rp1.400,02 triliun.
Porsi kepemilikan investor asing terhadap SBN pun tercatat terus menurun sejak 2019 yang mencapai 38,57 persen, hingga akhir 2021 tercatat 19,05 persen, dan kembali turun 14,64 persen per 15 Desember 2022.