Bisnis.com, JAKARTA- Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengakui turut bersalah dalam kasus penipuan robot trading yang marak selama 2021-2022. Akibatnya, banyak masyarakat yang menjadi korban akibat penipuan tersebut.
Plt Ketua Bappebti Didid Noordiatmoko mengungkapkan bahwa kesalahan yang dilakukan Bappebti adalah tidak mengedukasi kepada publik saat awal-awal mulai munculnya robot trading. Sebab, sejak awal, pihaknya merasa persoalan robot trading berada di luar ranah Bappebti.
"Kesalahan kami memang tidak secara dini mengingatkan masyarakat, saya akui itu kesalahan kami, tidak secara dini mengingatkan pada masyarakat, karena kami menganggap itu bukan ranah Bappebti," ujar Didid kepada awak media di Kantor Bappebti, di Jakarta Pusat, Rabu (4/1/2023).
Didid mengatakan para pelaku penipuan robot trading mengklaim telah memperoleh izin dari Bappebti. Padahal, yang mereka peroleh adalah Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) dari Kementerian Perdagangan.
Untuk mendapatkan izin melakukan jual-beli di bursa, pelaku mesti mendapatkan izin Bappebti dengan memenuhi kriteria perdagangan berjangka komoditi. Salah satu kriterianya, kata Didid adalah tidak menggunakan pihak ketiga untuk bertransaksi dengan pialang atau pedagang.
Sementara yang terjadi pada kasus penipuan robot trading itu adalah sejumlah orang mengumpulkan dana masyarakat dengan dalih melakukan investasi lewat robot trading.
Baca Juga
"Jadi uangnya dikumpul ada yang ngasih Rp10 juta misalnya, lalu terkumpul dapat Rp1 miliar. Saya main ke pialang, tapi pertanyaannya apakah saya mainkan Rp1 miliarnya, atau hanya Rp100 juta saja? Ini yang menjadi tidak transparan di situ. Ini menjadi pelajaran bagi kita semuanya. Saya akan mengupayakan literasi agar bisa ditangkal lebih dini lagi,” jelas Didid.
Lebih lanjut, dia mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya dengan embel-embel robot trading, dimana kerap dijanjikan pasti untung saat berinvestasi. Menurutnya, tidak ada satu pun investasi yang terus-terusan untung secara flat.
“Yang terjadi justru skema ponzi, piramid. Mereka kan ada yang bilang ikut itu pasti untung terus, itu belum jenuh saja. Ketika jenuh, hilang itu. Kemudian ada binary option, itu menurut kami deket judi,” tutur Didid.