Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memprediksi pembayaran bunga utang Indonesia diperkirakan dapat mencapai Rp470 triliun pada 2023.
Dia mengatakan melonjaknya beban bunga utang akibat terpengaruh oleh pergerakan suku bunga dan nilai tukar serta respons atas tingginya utang pemerintah. Pada November 2022, posisi utang pemerintah mencapai Rp7.554,2 triliun. Anga tersebut bertambah hingga Rp635 triliun dari posisi awal tahun.
Dia menilai bahwa tingginya nilai utang dan dinamika perekonomian saat ini dapat memengaruhi nominal bunga utang. Pada 2023, diperkirakan bahwa pembayaran bunga utang akan berada di atas perhitungan awal pemerintah.
"Proyeksinya pemerintah akan membayar bunga utang Rp470 triliun, lebih tinggi dari alokasi belanja bunga utang APBN Rp441 triliun pada 2023," ujar Bhima pada Senin (27/12/2022).
Menurutnya, pemerintah dapat berada dalam kondisi yang sulit tahun depan. Apabila pemerintah menahan kenaikan bunga surat berharga negara (SBN), terdapat risiko arus modal keluar (capital outflow) yang melemahkan nilai tukar.
Di sisi lain, apabila pemerintah menaikkan bunga SBN maka akan memakan ruang fiskal untuk pembayaran bunga utang. Padahal, ruang fiskal itu seharusnya digunakan untuk stimulus ekonomi yang lebih efektif.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa pemerintah terus menjaga pembiayaan utang dalam kondisi pasar keuangan yang volatil. Salah satu caranya dengan penyesuaian target penerbitan utang tunai melalui lelang pada kuartal IV/2022.
Dia tidak menampik adanya risiko pembengkakak beban bunga utang, seiring dengan peningkatan risiko depresiasi rupiah pada tahun depan. Namun, pemerintah menyatakan bahwa pengelolaan utang dan beban bunganya masih terkendali.
"Kami masih menjaga jatuh tempo utang kita yang rata-rata masih di atas 8 tahun," ujar Sri Mulyani.