Bisnis.com, JAKARTA – Fraksi-fraksi di Gedung Parlemen mewanti-wanti beban utang yang jatuh tempo lebih dari Rp3.000 triliun pada 2025 atau di awal pemerintahan Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming.
Anggota Komisi III fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Nasir Djamil mengingatkan bahwa pemerintah menyimpan pekerjaan rumah yang cukup besar, salah satunya kewajiban membayar utang.
“Utang jatuh tempo pemerintah pusat mencapai Rp704 triliun pada 2025. Bahkan hingga 2028, masih ada sekitar Rp2.600 triliun utang jatuh tempo yang harus dibayar,” ungkapnya dalam Rapat Paripurna ke-18 Masa Persidangan V 2023-2024, Selasa (28/5/2024).
Beban berat tersebut terlihat dari alokasi pembayaran bunga utang yang semakin besar. Tahun 2014, porsi pembayaran bunga utang sebesar 11,05% yang meningkat menjadi 19,56% tahun 2023. Selama 2014-2024 (April), utang pemerintah naik lebih 3 kali dari Rp2.608 trliun (2014) menjadi Rp8.262 triliun (2024).
Rapat dengan agenda penyampaian pendapat terhadap KEM-PPKF RAPBN 2025 tersebut, dirinya meminta pemerintahan baik saat ini maupun ke depannya dapat mensiasati pembayaran utang dengan benar.
Persoalan fundamental lainnya yang Nasir soroti, yakni masalah kemiskinan yang tak juga mendekati target RPJMN 2020-2024 di level 6%-7%. Di mana data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per akhir Maret 2024, masih terdapat 25,9 juta masyarakat miskin atau 9,36%.
Baca Juga
Pada kesempatan tersebut, anggota Komisi I sekaligus anggota Badan Anggaran (Banggar) Rizki Aulia Rahman yang mewakili Partai Demokrat turut menegaskan agar pemerintah dapat mengendalikan rasio utang.
“Fraksi Partai Demokrat mengingatkan kepada pemerintah untuk tetap mengendalikan rasio utang terhadap PDB pada level yang aman,” tuturnya.
Di mana mengacu Undang-Undang (UU) No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, defisit fiskal maksimal sebesar 3% dan utang maksimal 60% dari PDB.
Senada, perwakilan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Bertu Merlas turut mewanti-wanti besarnya risiko bunga utang, mengingat kondisi nilai tukar rupiah yang sangat dinamis.
“PKB mengingatkan pemerintah setidaknya dalam pengelolaan utang memperhatikan seberapa besar risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar dan risiko pembiayaan kembali (refinancing), serta risiko kekurangan pembiayaan yang bisa terjadi,” tuturnya.
Adapun, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam dokumen KEM-PPKF menyampaikan pemerintah terus berusaha mengurangi jumlah utang. Salah satunya, melalui pengelolaan defisit APBN hingga optimalisasi BUMN.
Sementara tahun depan, dirinya merencanakan defisit APBN di rentang 2,45% hingga 2,82% dari produk domestik bruto (PDB).