Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan Impor Beras 500 Ribu Ton Perkuat Cadangan Bulog

Cadangan Beras Pemerintah di Bulog hanya sebanyak 399.160 ton hingga 21 Desember 2022. Padahal, idealnya mencapai 1,2 juta ton sesuai target pemerintah.
Beras impor dari Vietnam sebanyak 5.000 ton tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (16/12/2022) / BISNIS-Annasa Rizki Kamalina.
Beras impor dari Vietnam sebanyak 5.000 ton tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (16/12/2022) / BISNIS-Annasa Rizki Kamalina.

Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan impor 500.000 ton beras diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pasar selama Januari–Februari 2023, karena terhitung masih defisit antara produksi dan konsumsi.

Sebagai informasi, keputusan pemerintah untuk mengimpor beras merupakan pilihan terakhir untuk memperkuat stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang ditargetkan sebanyak 1,2 juta ton pada akhir tahun 2022.

Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Budi Wuryanto mengatakan stok Perum Bulog saat ini tidak dalam kondisi ideal menghadapi Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022.

Tepatnya, CBP yang ada di Bulog hanya sebanyak 399.160 ton hingga 21 Desember. Padahal, idealnya mencapai 1,2 juta ton sesuai target pemerintah.

"Karena itu, pemerintah melakukan top-up agar CBP bisa mencapai 1,2 juta ton. Jadi impor 500.000 ton merupakan pilihan terakhir untuk memenuhi CBP," ujar Budi dalam diskusi terbatas bersama media bertajuk 'Pasokan Beras Jelang Nataru, Aman kah?', dikutip Sabtu (24/12/2022).

Dengan kondisi stok beras saat ini dibandingkan dengan kebutuhan bulanan masih sangat jauh, pemerintah dalam Rakortas memutuskan Bulog untuk mengimpor 500 ribu ton demi memperkuat CBP hingga Januari–Februari 2023.

Sedangkan sisanya 500 ribu ton dari dalam negeri dan pada Maret 2023 saat panen raya, pemerintah akan mendorong Bulog untuk segera menyerap gabah/beras petani.

Budi mengakui, tipisnya stok CBP yang dipegang Bulog, salah satu faktornya adalah tingginya pengeluaran beras program KPSH atau operasi pasar untuk menjaga stabilisasi harga beras yang naik cukup tinggi sejak Juli. Jika pada Januari, harga beras medium masih sekitar Rp10.900 per kg, maka pada Desember sudah mencapai Rp11.300 per kg.

Sedangkan volume beras KPSH yang sebelumnya di bawah 100 ribu ton, pada Agustus mencapai 200 ribu ton. Bahkan, hingga akhir tahun 2022, volume beras yang Bulog gelontorkan untuk program KPSH mencapai 1,16 juta ton.

"Jika stok CBP Bulog menipis, sulit bagi pemerintah meredam laju peningkatan harga beras. Padahal kenaikan harga beras berkontribusi tinggi terhadap inflasi dan kenaikan pangan lainnya," ujarnya.

Budi mengungkap jika melihat secara keseluruhan perbandingan produksi padi nasional dengan kebutuhan, maka ada surplus. Produksi pada tahun 2022 berdasarkan perhitungan KSA (Kerangka Sample Area) BPS sebanyak 55,43 juta ton gabah kering giling (GKG) atau 31,93 juta ton setara beras.

Dengan kebutuhan setahun 30,19 juta ton, akan ada surplus sekitar 1,7 juta ton. Namun, apabila melihat produksi bulanan, sejak Agustus produksi dibandingkan kebutuhan tercatat minus.

Sementara itu, Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Epi Sulandari menjelaskan pada April 2022 stok cadangan beras pemerintah (CBP) mencapai 1,2 juta ton.

Hitungan Bulog, stok ini diperkiraan cukup hingga akhir tahun lantaran penyaluran beras sebagian besar untuk Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) hanya sekitar 500 hingga 1.000 ton per hari atau 20-30 ribu ton per bulan.

"Dengan stok 1,2 juta ton sampai Juli, maka Agustus-Desember dalam waktu lima bulan diperkirakan hanya butuh sekitar 150 ribu ton saja untuk keluar. Artinya stok akhir kita masih di atas 1 juta ton, karena pada saat panen gadu berikutnya Agustus September, kita masih bisa menyerap," jelas Epi.

Namun, saat Agustus 2022 harga beras melonjak tinggi di pasar serta permintaan masyarakat juga meningkat akibat dari kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga beras mendorong naiknya permintaan CBP untuk KPSH hingga 214 ribu ton pada Agustus.

"Kondisi inilah yang kemudian pada Agustus-Desember ada pada kisaran 200 ribu ton yang mengakibatkan stok mulai tergerus," jelasnya.

Sejak ada kenaikan permintaan tersebut, lanjut Epi, pemerintah meminta Bulog untuk membeli gabah dalam negeri. Namun, berdasarkan neraca bulanan pada periode November hingga Desember terjadi defisit antara produksi dan konsumsi.

"Secara bulanan pada Oktober, November, Desember terjadi defisit secara bulan yang artinya kalau Bulog menyerap akan menyerap stok-stok sisa yang lama," ungkapnya.

Turut hadir, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus yang melihat kenaikan harga beras juga dipengaruhi oleh efek musiman.

"Kalau kita lihat sepanjang semester II/2022 ini memang mengalami peningkatan yang trennya cukup tinggi apalagi setelah terjadi kenaikan harga BMM pada September 2022. Sementara di sisi lain, produksi beras mengalami penuruan karena sedang memasuki musim tanam," jelasnya.

Heri pun melihat penurunan stok dan produksi beras bisa menimbulkan kekhwatiran terhadap pasokan beras, khususnya menjelang Nataru, yang biasanya terjadi peningkatan konsumsi.

"Terlebih, daya beli terus membaik setelah pandemi. Ini tentu saja menimbulkan implikasi terhadap bahan pangan. Tentu saja ini juga menimbulkan permintaan yang besar, sehingga pasokan terhadap beras ini memang perlu dijaga," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper