Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenkeu Buka-bukaan soal Order Cetak Uang ke BI dalam UU PPSK

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu menegaskan bahwa aturan pembelian SBN oleh BI di pasar perdana hanya dapat dilakukan dalam situasi krisis.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam Dialogue KiTa, Jumat (2/10/2020)/ Jaffry Prakoso-Bisnis
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam Dialogue KiTa, Jumat (2/10/2020)/ Jaffry Prakoso-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) akan terus berperan standby buyer Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana dalam rangka mendukung pembiayaan APBN dalam kondisi krisis.

Hal ini tertuang dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang baru disahkan oleh DPR RI pekan lalu.

Pasal 36A beleid tersebut, disebutkan bahwa dalam rangka penanganan stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis, BI berwenang untuk membeli SBN berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menegaskan bahwa aturan pembelian SBN oleh BI di pasar perdana hanya dapat dilakukan dalam situasi krisis.

Situasi krisis yang dimaksud harus dideklarasikan oleh Presiden dan pembelian SBN harus berdasarkan keputusan Komite Stabilitas SIstem Keuangan (KSSK), yang mana terdiri atas Kementerian Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

Febrio menjelaskan, krisis yang dimaksud juga dinilai dari sejumlah kriteria, misalnya pertumbuhan pertumbuhan ekonomi yang terancam atau negatif, nilai tukar rupiah terdepresiasi tajam, kondisi perbankan yang mengkhawatirkan dengan rasio tertentu, dan pasar saham terkoreksi pada tingkatan tertentu.

“Ada protokol krisisnya, untuk masing-masing institusi sudah punya protokol krisis, sehingga keputusannya sangat objektif. Ketika diambil keputusan untuk merekomendasikan, saat Presiden memutuskan krisis, saat itulah baru boleh dilakukan pembahasan terkait pembelian SBN di pasar perdana,” katanya dalam diskusi bersama Bisnis Indonesia secara daring, Rabu (21/12/2022).

Selain itu, Febrio mengatakan pada pasal 36A disebutkan secara spesifik bawah BI berwenang melakukan pembelian SBN. Artinya, BI tidak ditugaskan oleh pemerintah. Dengan demikian, independensi bank sentral tetap terjaga.

“Pembelian SBN juga harus diibangun dnegan mekanisme perjanjian seperti surat keputusan bersama [SKB] Menteri Keuangan dan Gubernur BI, jadi prosesnya transparan dan kredibel,” tuturnya.

Dia melanjutkan, skema burden sharing yang dilakukan oleh pemerintah dan BI selama pandemi Covid-19 pun dapat terlaksana dengan independensi BI yang tetap terjaga. Hal ini tercermin pada SBN dan pasar yang terjaga integritasnya karena pemerintah dan BI juga terus mengkomunikasikan secara baik ke pasar.

“Kita juga ingin pastikan pasar SBN juga berintegritas, jika timbul ketidakpercayaan dan ketidakpastian, tidak baik, bahkan menjadi backfire bagi pemerintah, kita tidak mau itu. Jadi kita pastikan apapun inovasi yang kita lakukan, pasti dalam konteks independensi, di mana integritas SBN dan pasar tetap terjaga,” jelasnya.

Tidak kalah penting, imbuh Febrio, pasar juga melihat bahwa bank sentral dengan kebijakan burden sharing tetap independen. Kepercayaan pasar tetap tinggi, terutama pada tahun ini.

Kepercayaan ini tercermin dari tingkat imbal hasil SBN yang mampu dijaga dengan baik. Saat gejolak krisis terjadi, misalnya pada krisis 1998, 2008, dan 2013, spread tingkat imbal hasil SBN 10 tahun dan US Treasury 10 tahun akan melebar hingga 500 basis poin. Tingginya spread ini mengindikasikan derasnya capital outflow.

Kondisi tersebut berbeda dengan krisis saat ini, di mana yield differential SBN 10 tahun dan US Treasury 10 tahun hanya sebesar 340 basis poin. Febrio mengatakan, meski terjadi capital outflow di pasar keuangan Indonesia, namun belakangan sudah kembali terjadi inflow.

“Ini terjadi ketika kita melakukan kebijakan secara kredibel dengan mekanisme yang transparan. Jadi, walaupun kita melakukan kebijakan fiskal dan moneter yang baru, akan tetapi independensi terjaga, Ini yang membuat kita yakin bahwa apapun [kebijakan] yang kita pilih, ini tetap dalam koridor independensi yang harus tetap kuat,” kata Febrio.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper