Bisnis.com, JAKARTA – Kejutan kebijakan terbaru Bank of Japan (BOJ) diperkirakan memberikan angin segar bagi upaya pemulihan dari krisis energi karena dapat memangkas biaya impor bahan bakar menyusul penguatan yen.
Keputusan mengejutkan Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda untuk memperluas kurva imbal hasil obligasi tenor 10 tahun memicu lonjakan terbesar yen dalam lebih dari dua dekade. Yen yang lebih ini diperkirakan menguntungkan produsen listrik, distributor gas, dan penyulingan negara, yang bergulat dengan lonjakan biaya bahan bakar karena devaluasi mata uang yang cepat dan krisis energi global.
Yen yang lemah mendorong biaya impor energi Jepang, sehingga mempersulit upaya untuk menimbun bahan bakar dan menghindari kekurangan atau pemadaman listrik. Harga gas alam cair dalam mata uang yen naik lebih dari empat kali lipat dalam dua tahun terakhir, lebih tinggi dari harga yang dipatok dengan dolar AS.
“Dalam jangka pendek, apresiasi yen kemungkinan besar akan menguntungkan kilang minyak Jepang dan importir energi karena akan mengurangi biaya pembelian minyak, LNG, dan bahan bakar berdenominasi dolar AS lainnya," kata Will Sungchil Yun, analis komoditas senior di SI Securities.
Harga LNG naik ke rekor tertinggi tahun ini setelah invasi Rusia ke Ukraina dan memaksa importir Jepang berskala kecil untuk menahan pembelian bahan bakar ini dari pasar spot.
Yang pasti, importir energi mungkin menunda pembelian tambahan jika mereka mengharapkan penguatan yen lebih lanjut.
Baca Juga
"Devaluasi cepat mata uang Jepang yang terlihat dalam periode baru-baru ini telah merusak pengadaan LNG Jepang," kata analis Institute of Energy Economics Hiroshi Hashimoto.
Meskipun pemerintah akan memberikan subsidi sementara untuk tagihan listrik rumah tangga tahun depan, tarif listrik telah melonjak pada tahun lalu dan berisiko naik lebih lanjut karena kenaikan harga bahan bakar. Hal ini berkontribusi pada inflasi di Jepang yang melonjak ke level tertinggi dalam empat dekade terakhir.