Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) telah menargetkan capai produksi komoditas pangan tahun depan. Untuk beras ditargetkan bisa mencapai 54,50 juta ton, jagung 23,05 juta ton dan kedelai 200 ribu ton.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan target ini disusun sesuai dengan pagu yang diberikan pada 2023 sebesar Rp13,73 triliun yang telah dipresentasikan di hadapan DPR RI.
“Lalu untuk tebu pihaknya menargetkan sebanyak 37,15 juta ton, kopi 81 ribu ton dan kakao 78 ribu ton serta daging sapi/kerbau 465,15 ribu ton. Untuk bawang merah target produksinya 1,71 juta ton, cabai 2,93 juta ton dan bawang putih 45,45 juta ton,” ujar Syahrul dalam diskusi virtual, Senin (19/12/2022).
Dia mengatakan, kondisi tahun 2023 mendatang diprediksi akan mengalami situasi yang sulit dalam ketersediaan pangan dibanyak negara akibat kondisi global. Pada tahun 2023, sektor pertanian akan dihadapkan pada situasi yang berbeda, baik dampak, tantangan serta upaya yang harus dilakukan menghadapi resesi global tahun 2023.
“Jika Indonesia mau menghadapai resesi atau memperbaiki bangsa ini, maka perbaikilah pertanian. Karena, pertama resort yang paling siap adalah pertanian dan harus intervensi lebih serius sektor ini. Kenapa saya bilang begitu? Kan penduduk ini perlu makan. Bisa apa penduduk kita tanpa makanan. Kalau kita tidak punya minyak atau tidak disubsidi minyak kita masih jalan,” ujarnya menambahkan.
Selain itu, Syahrul pun menyesalkan kebijakan impor beras yang dilakukan Bulog baru-baru ini sebesar 200.000 ton. Padahal, kata dia, komoditas tersebut masih cukup melimpah di negara ini meski harga sedikit lebih mahal dibanding negara lain. Namun, dengan harga yang sedikit lebih mahal itu, justru menguntungkan petani dan memutar sendi-sendi perekonomian masyarakat.
“Pertanian itu lapangan kerja, bahwa itu memutar ekosistem pertanian. Kalau harga beras naik, [misalnya] dari Rp2.000 ke Rp3.000 petani dapat uang. Dia kasih untuk anaknya untuk biaya sekolah. Kalau dia sekolah belikan bajulah. Tukang jahit mendapat jahitan. Puter lagi dapat anaknya makan, berputar ekonomi,” ujar Syahrul
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi padi pada 2022 sendiri diperkirakan sebesar 55,67 juta ton gabah kering giling (GKG), mengalami kenaikan sebesar 1,25 juta ton GKG atau 2,31 persen dibandingkan produksi padi di 2021 yang sekitar 54,42 juta ton GKG. Jika dikonversikan menjadi beras, maka produksi beras pada 2022 diperkirakan sebesar 32,07 juta ton.
"Mengalami penurunan sebanyak 233,91 ribu ton atau 0,43% dibandingkan produksi padi tahun 2020 yang sebesar 54,65 juta ton GKG," demikian mengutip BPS tentang Angka Tetap Produksi Padi, dikutip Senin (19/12/2022).
Sementara itu, Guru Besar Universitas Lampung Bustanul Arifin m memprediksi produksi beras tahun 2022 akan turun dibanding tahun lalu. Pasalnya, dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang Januari-September 2022, produksi beras RI justru mengalami penurunan 0,22 persen atau sekitar 60 ribu ton menjadi 26,17 juta ton dibandingkan periode sama tahun 2021 yang mencapai 26,23 juta ton.
Saat ini produksi beras antar daerah juga mengalami disparitas yang tinggi. Menurutnya, banyak daerah luar pulau Jawa produktivitasnya di bawah 3 juta ton/hektar (ha).
“Kita risau dengan produktivitas padi karena produktivitas kemungkinan turun, tapi mudah-mudahan tidak. Masih ada waktu 2 bulan untuk melihat turun apa tidak. Jadi sebetulnya kenaikan produksinya naik 1 persen [menurut proyeksi],” ujar Bustanul dalam diskusi virtual, Jumat (9/12/2022).
Dia membeberkan, produksi padi nasional dari tahun ke tahun memang stagnan. Tahun 2018 produksi beras 33,94 juta ton, 2019 sebesar 31,31 juta ton, 2020 sebesar 31,50 juta ton, 2021 sebesar 31,36 juta ton dan 2022 diproyeksikan jadi 31,78 juta ton.