Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum Operating untuk mengakselerasi penyelesaian proyek pembangunan dan peningkatan kapasitas pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter bijih bauksit.
Hal itu seiring dengan terbitnya peraturan pemerintah (PP) ihwal pemisahan operasional bisnis atau split-off perusahaan tambang pelat merah itu dengan BUMN Holding Industri Pertambangan atau Mining Industry Indonesia (MIND ID).
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana mengatakan split-off itu diharapkan membuat Inalum Operating makin serius untuk mengakselerasi peningkatan kapasitas pengolahan dan produksi hingga tingkat aluminium untuk mengurangi beban impor yang relatif tinggi saat ini.
“Semoga proyek-proyek Inalum di Hulu untuk mengolah bauksit segera selesai, bukan saja agar tidak impor alumina tetapi juga bisa ekspor karena kita memiliki cadangan bauksit memadai,” kata Agus kepada Bisnis, Minggu (11/12/2022).
Secara khusus, Agus meminta, jajaran direksi Inalum Operating untuk segera menyelesaikan proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat.
Proyek pemurnian bijih bauksit yang belakangan dicabut dari program strategis nasional (PSN) itu diketahui mengalami potensi pendapatan yang hilang atau potential revenue loss mencapai US$450 juta atau setara dengan Rp6,37 triliun, kurs Rp14.970, hingga September 2022.
Baca Juga
Alasannya, proyek yang dikerjakan Inalum Operating bersama dengan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) itu tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan selama 16 bulan terakhir. Seperti diketahui, pengerjaan smelter baru mencapai di posisi 14 persen dari target yang sempat dipatok mencapai 70 persen pada awal tahun ini.
“Inalum diminta menyelesaikan proyek smelternya yang ada di Kalimantan Barat segera mungkin, karena sudah terlalu lama tidak selesai-selesai,” kata dia.
Di sisi yang lebih hilir, kata dia, pemerintah berharap Inalum Operating dapat meningkatkan kapasitas terpasang produksi aluminium untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku industri di dalam negeri.
“Kapasitas yang hanya 250.000 ton per tahun bisa dilipatkan segera. Inalum sudah hampir 50 tahun kapasitas masih tetap, sedangkan Press Metal Malaysia yang baru hadir kurang dari 10 tahun sudah 3 kali lipatnya,” kata dia.
Seperti diketahui, produksi bijih bauksit di Indonesia mencapai di angka 26,3 juta ton setiap tahunnya. Hanya saja, sebagian besar produksi itu mesti diekspor lantaran fasilitas pengolahan lebih lanjut di dalam negeri tidak tersedia.
Setiap tahunnya, bijih bauksit yang dipasok ke dalam negeri untuk pengolahan alumina berada di kisaran 1,74 juta ton. Lewat bijih itu, produksi alumina, baik jenis chemical grade alumina (CGA) dan smelter grade alumina (SGA) dapat mencapai 1,17 juta ton. Kendati demikian, sebagian besar produksi alumina mesti diekspor lantaran belum tersediannya industri lanjutan produk tersebut di dalam negeri.
Adapun alokasi SGA untuk kebutuhan produksi aluminium domestik setiap tahunnya berada di kisaran 150 ribu ton. Dengan bahan antara itu, produksi aluminium domestik dapat mencapai di kisaran 250 ribu ton. Sementara itu, kebutuhan aluminium untuk industri hilir domestik berada di angka 1 juta ton. Dengan demikian, Indonesia masih perlu mengimpor aluminium sekitar 748 ribu ton setiap tahunnya.
Berdasarkan data milik Kementerian ESDM per 2021, baru terdapat tiga smelter yang beroperasi dengan kapasitas input bijih bauksit secara keseluruhan 4,56 juta ton.
Ketiga smelter itu di antaranya milik PT Indonesia Chemical Alumina dengan kapasitas output 300.000 CGA, PT Well Harvest Winning dengan kapasitas output 1 juta SGA dan PT Inalum dengan kapasitas output 250.000 aluminium ingot dan billet.
Kementerian ESDM mencatat terdapat 11 smelter bauksit dengan keluaran SGA yang masih tahap pengerjaan dan 1 pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit dalam tahap konstruksi dengan keluaran CGA. Selain itu,Inalum Operating tengah berencana untuk membangun pabrik baru untuk produksi aluminium ingot dan billet dengan kapasitas input bijih mencapai 2 juta ton.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi menerbitkan peraturan pemerintah atau PP terkait dengan pemisahan operasional bisnis atau split-off PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum Operating dari BUMN Holding Industri Pertambangan atau Mining Industry Indonesia (MIND ID).
Keputusan split off dua entitas bisnis itu tertuang dalam PP Nomor 45 Tahun 2022 tentang Pengurangan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Pada Perusahaan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium yang disahkan Jokowi pada 8 Desember 2022 lalu.
Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 dan 46 tahun 2022 merupakan salah satu rangkaian langkah akhir dalam pembentukan Holding Industri Pertambangan, yang selama ini beridentitas MIND ID.
Selain itu, Inalum Operating juga akan menjadi bagian dari MIND ID, seperti PTBA, ANTM dan TINS, dan berfokus pada pengoperasian smelter aluminium dan juga pengembangan hilirisasi rantai nilai aluminium.
“Sama seperti Anggota MIND ID lainnya, Inalum akan dapat berfokus pada operasional dan produksi, dalam hal ini pengelolaan pabrik peleburan aluminium dan produksi aluminium yang terintegrasi dari hulu ke hilir,” kata Dirut MIND ID Hendi Prio Santoso kepada Bisnis, Minggu (11/12/2022).