Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri BUMN I, Pahala Nugraha Mansury, membeberkan utang yang dimiliki subholding upstream Pertamina (Persero), PT Pertamina Hulu Energi (PHE) telah mencapai US$4,5 miliar atau setara dengan Rp70,20 triliun kepada pihak ketiga hingga saat ini.
Besaran itu disampaikan Pahala saat menyampaikan rencana penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) Pertamina Hulu Energi di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (7/12/2022).
“Saat ini total pembiayaan dari pihak ketiga khususnya dalam bentuk utang itu kurang lebih sekitar US$4,5 miliar. Dari sisi jumlah utang yang kita miliki sudah cukup besar,” kata Pahala.
Di sisi lain, Pahala menggarisbawahi, kebutuhan belanja modal atau capital expenditure (Capex) PHE dari 2022 hingga 2024 diproyeksikan bakal menembus di angka US$15 miliar atau setara dengan Rp234,01 triliun.
“Jumlah yang besar tentunya kalau berharap dari sumber sumber cash internal itu tentunya kita akan membutuhkan pendanaan dari pihak ketiga termasuk perbankan dan pasar modal,” ujarnya.
Seperti diketahui, PHE bakal menawarkan saham perdana ke publik di kisaran 10-15 persen di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun depan.
Porsi penawaran itu diharapkan dapat meningkatkan diversifikasi pendanaan PHE yang selama ini bertumpu pada sokongan dari induk usaha, PT Pertamina (Persero).
“Kita berharap PHE bisa terus melakukan pengembangan bagi blok-blok Migas yang sudah dimiliki saat ini serta melakukan pengembangan blok Migas di luar Indonesia,” jelasnya.
PHE telah melakukan registrasi ke OJK pada tahap ke-1 dan ke-2. Adapun, registrasi itu tengah direview lebih lanjut oleh OJK saat ini.
Dia mengatakan PHE tengah melakukan market sounding untuk menjajaki potensi permintaan yang bisa dikumpulkan terkait rencana aksi korporasi tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, PHE mengusulkan rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) untuk peningkatan kegiatan hulu minyak dan gas bumi (migas) tahun depan mencapai sekitar US$4,1 miliar atau setara dengan Rp64,31 triliun (asumsi kurs Rp15.686).
Direktur Utama PT PHE, Wiko Migantoro, mengatakan usulan itu disampaikan untuk pengembangan serta eksplorasi lapangan migas potensial yang lebih agresif tahun depan. Sementara itu, sejumlah lapangan andalan PHE telah mengalami penyusutan produksi atau declined rate lebih dari 50 persen.
“Kalau dulu kami hanya main di low risk, namun hasilnya orang bilang tidak terlalu big fish, kami masukkan juga tahun depan 22 persen untuk high risk,” kata Wiko saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (10/11/2022).
Rencana kerja itu, kata Wiko, juga berasal dari tingkat keberhasilan penemuan sumur eksplorasi subholding hulu Pertamina yang sudah mencapai 64 persen hingga triwulan ketiga tahun ini.
Secara nasional, keberhasilan penemuan sumur eksplorasi sudah mencapai 77 persen atau lebih tinggi dari torehan pada periode yang sama tahun lalu di angka 55 persen.
“Ini semua tentu berkaca dari keberhasilan kami di eksplorasi tahun sekarang ini, di mana success ratio kami 64 persen dan sampai saat ini sudah menemukan sumber daya tambahan sekitar 280 Mboepd, ini cukup lumayan,” kata Wiko.
PHE melaporkan sejumlah lapangan tua yang saat ini dikelola Pertamina mengalami penurunan produksi alamiah atau declined rate lebih dari 50 persen.
Sejumlah WK yang tercatat mengalami penurunan produksi signifikan itu, di antaranya Rokan, Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES), dan PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS).
Kendati demikian, PHE melaporkan sejumlah lapangan yang berhasil menorehkan produksi melebihi target berasal dari WK Offshore North West Java (1,7 Mbopd), PEP Jatibarang (0,9 Mbopd), PT Pertamina Hulu Mahakam (1,3 Mbopd & 30 MMscfd), JOB Tomori (22 MMscfd) dan Corridor (6 MMscfd).