Bisnis.com, JAKARTA - Perhelatan B20 lalu meninggalkan kesan mendalam saat Sang Raja Mobil Listrik Elon Musk menjadi pembicara tunggal dengan ditemani lilin. Banyak yang berpendapat hal ini sengaja dia lakukan sebagai sindiran satir terhadap persoalan krisis energi.
Krisis energi merujuk pada kondisi kekurangan energi. Belakangan krisis energi menjadi topik yang hangat sebagai imbas dari perang Ukraina-Rusia. Negara-negara adidaya di Eropa bahkan sudah bersiap menghadapi belitan “musim dingin” energi.
Pemerintah Indonesia dengan sigap menyikapi penanggulangan krisis energi melalui Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2022. Namun, tentu saja diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak untuk mewujudkan target Net Zero Emission di masa depan.
Hampir seluruh lini sektor terdampak krisis energi ini, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai operator pelayanan air minum pun turut terkena getahnya. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik yang terus meroket sehingga kian membebani kantong kas perusahaan. Di sisi lain, PDAM tak bisa serta merta menaikkan tarif pelayanan kepada pelanggan atau masyarakat.
Merujuk pada buku kinerja BUMD Air Minum tahun 2021, beban energi PDAM secara Nasional senilai Rp355 per meter kubik, bahkan 57 PDAM memiliki biaya energi di atas Rp800 per meter kubik. Secara rata-rata PDAM memproduksi 5 juta meter kubik air per tahun dan mengeluarkan biaya energi Rp150 juta per bulan untuk biaya energi, angka yang cukup menguras kantong operasional perusahaan. Sebanyak 50%—80% beban energi PDAM berasal dari sistem perpompaan distribusi.
Dengan tantangan global terkait energi, sudah seharusnya PDAM mengambil langkah strategis untuk melakukan efisiensi energi. Upaya efisiensi energi kerap dikaitkan dengan transformasi Energi Baru Terbarukan (EBT). Potensi EBT di Indonesia cukup besar. Mengutip dari Kementerian ESDM, potensi tersebut antara lain mini/mikro hydro, biomass, energi surya, energi angin, dan energi nuklir.
Baca Juga
Persoalan klasik minimnya penggunaan EBT dan alih energi di PDAM yakni terkait dengan masalah pendanaan. Salah satu solusi efektif mengatasi masalah pembiayaan ini adalah dengan merangkul investasi pihak ketiga melalui skema business to business Kerja Sama Berbasis Kinerja (KBK).
Skema KBK memiliki tiga keunggulan. Pertama, memiliki objek dan indikator yang jelas dan terukur. Kedua, memiliki mekanisme pengumpulan data yang sistematis untuk memonitor dan mengevaluasi kemajuan indikator kinerja. Ketiga, memiliki konsekuensi yang jelas baik insentif maupun disinsentif bagi mitra kerja sama berdasarkan capaian kinerja.
Adapun, skema KBK terbagi atas dua jenis, yaitu KBK murni dan KBK tidak murni. KBK murni diartikan secara gamblang bahwa tidak ada pembayaran kepada pihak investor jika target kontrak tidak tercapai. Sedangkan untuk skema KBK tidak murni terdapat modifikasi yang memungkinkan adanya tambahan bonus maupun penalti di luar pembayaran pokok untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan (fixed fee). Sistem pemberian imbalan dan sanksi KBK ini disepakati antara PDAM dan badan usaha yang dituangkan dalam suatu perjanjian kerja sama.
LEBIH HEMAT
Peluang skema KBK untuk efisiensi energi cukup beragam. Pertama, efisiensi energi dengan tujuan menghemat biaya operasi dan meningkatkan kinerja keuangan PDAM. Contoh konkretnya yaitu investasi dan pemasangan peralatan efisiensi energi misalnya pemasangan Variable Speed Drive (VSD) dan capacitor bank di instalasi.
Kedua, efisiensi energi untuk memperpanjang umur aset, baik untuk sistem perpompaan maupun perpipaan. Lingkup kegiatannya misalnya rehabilitasi, perbaikan maupun penggantian pompa serta efisiensi energi secara keseluruhan.
Ketiga, efisiensi energi dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah tentang konservasi energi, misalnya switch energi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya(PLTS) atau pembangunan panel surya untuk kebutuhan sendiri.
Bagi PDAM, efisiensi energi artinya akan ada potensi pundi-pundi uang yang dihemat. Dana yang dapat dihemat tentunya akan dapat dijadikan atau digunakan sebagai investasi untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Dengan demikian, semangat untuk mengimplementasikan efisiensi energi tak hanya menjadi langkah konservasi energi, tetapi juga sebagai jalur masuknya potensi pendanaan dalam rangka peningkatan kinerja pelayanan air minum.
Hal ini selaras dengan hasil Presidensi G20 yaitu efisiensi energi sebagai langkah efektif untuk menuju transisi energi yang adil, terjangkau dan inklusif untuk mencapai target sistem energi rendah emisi.